
Surabaya, cakrawalanews.co – Perusahaan Daerah (PD) Rumah Potong Hewan (RPH) Surabaya dalam rapat dengar pendapat di ruang Komisi B DPRD Surabaya pada Senin (05/09/2022) memaparkan strategi pengembangan bisnis BUMD tersebut dengan menambah unit bisnis yakni rumah pemotongan unggas (RPU).
Direktur Utama PD RPH Surabaya, Fajar A Isnugoroho mengatakan, pihaknya saat ini sedang menggagas berdirinya Rumah Potong Unggas (RPU) di Kedurus.
“Kedurus itu akan menjadi rumah potong unggas yang itu menjadi kebutuhan warga Surabaya. Selama ini pemotongan unggas ada dipasar tradisonal yang perlu pengawasan secara verteriner. Dan ini kan diluar pengawasan higienis sesuai dengan standard pemotongan,” jelasnya.
Lebih lanjut Fajar mengatakan, RPU merupakan bisnis yang menjanjikan. “Misalkan sehari bisa motong 5000 dikali 2000 per ekor sudah 10 juta perhari, kalau sebulan sudah berapa itu kan ada pendapatan yang akan meningkat di PD RPH,” imbuhnya.
Menurut Fajar, alih fungsi RPH Kedurus menjadi RPU, bisa dikatakan untuk memaksimalkan fungsi aset milik Pemkot Surabaya tersebut. RPH Kedurus kondisinya belum standard, tidak memiliki sertifikat nomer kode verininer dan sertifikat halal
“Itulah mengapa kemudian kita ingin meningkatkan pelayanan dengan baik. Sehingga upaya penyatuan atau pemusatan pemotongan sapi dari Kedurus ke Pegirian itu semata mata satu untuk efisiensi pemotongan,” ujarnya.
Alih fungsi RPH Kedurus menjadi RPU butuh pembiayaan yang cukup besar. Diantaranya untuk pembaruan alat yang sudah usang, dan perbaikan sanitasi dan IPAL. Karenanya PD RPH butuh penyertaan modal untuk merealisasikan rencana tersebut.
“Kita sedang mengkaji plus minusnya. Misalkan untuk RPU butuhnya 2 miliar kan itu nanti ditambahkan lagi. Karena kita pingin sekalian. Itu apa, ya untuk mengembangkan usaha ini lebih baik lagi, lebih optimal, dan bisa meningkatkan pendapatan,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno, menyambut baik gagasan tersebut. Namun perlu dikaji betul untung ruginya.
“Kalau berencana menggandeng pihak lain atau pihak ketiga, harus ada payung hukum yang jelas. Yaitu Perda yang mengatur akan hal tersebut,” tegasnya.
Politisi PDIP Surabaya itu menambahkan, Perda yang berlaku sekarang, merupakan Perda lama yang perlu perbaikan untuk mengembangkan PD RPH. Agar upaya pengembangan tidak menyalahi aturan.
Lebih lanjut Anas mengatakan, banyak hal yang perlu di perbaiki dalam Perda lama itu. Diantaranya soal tarif jasa potong sapi yang terlalu murah hanya Rp 50 ribu per ekor. Kondisi ini tidak mendatangkan keuntungan, namun justru membuat RPH rugi.
“Kemudian penentuan lokasi RPU nantinya. Dan aturan menggandeng pihak ketiga untuk pengembangan usaha RPH,” terangnya.
Anas menjelaskan PD RPH mengajukan Perda Khusus yang memberi kesempatan mereka lebih berkembang.
“Karena dengan perda yang lama tadi terkunci pada aturan – aturan lama yang tidak sesuai dengan kebutuhan sekarang,” imbuhnya.
Anas kembali menjelaskan Perda Khusus yang di inisiasi PD RPH tersebut sedang di bahas oleh dinas terkait.
“Kita saat ini menunggu dinas segera menyelesaikan pembahasan. Yang selanjutnya dibahas bersama dengan dewan. Program RPH ini baik untuk keberlangsungan bisnisnya. Supaya menyumbangkan deviden bagi PAD kota Surabaya,” pungkasnya.(hadi)