Lantaran ada kebijakan direksi Taman Hiburan Pantai (THP) Kenjeran menaikkan tarif untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) para pedagang tersebut datangi DPRD Surabaya sebagai bentuk protes mereka.
Salah satu pedagang, Hudri, mengatakan retribusi yang bakal dikenakan oleh UPTD THP Kenjeran sangat mencekik leher. Pasalnya, PKL harus membayar retribusi Rp 25 ribu per meter untuk hari Sabtu dan Minggu.
Hudri mengaku dirinya bersama PKL yang lain merasa keberatan. Apalagi, PKL di sana ada yang menempati lahan di atas 2 meter persegi sehingga pengeluaran untuk membayar retribusi semakin banyak.
“Terus terang para PKL tidak kuat membayar retribusi sebanyak itu. Wong penghasilan sehari-hari hanya Rp I7 ribu hingga Rp 20 ribu per hari, disuruh membayar Rp 25 ribu per meter,” sesal Hudri, Selasa (25/08).
Koordinator PKL THP Kenjeran, Bagus Imam menuturkan, kebijakan UPTD menaikkan retribusi patut dipertanyakan. Selama PKL sendiri berjualan di dalam lingkungan pantai Kenjeran dan selama ini tidak mendapat perhatian lebih dari UPTD.
Akibatnya, PKL di sana tidak mendapatkan fasilitas seperti listrik, atau tempat berteduh. Kondisi tersebut, diperparah dengan adanya kebijakan UPTD yang menaikan tarif retribusi pada Kamis lusa (27/8).
“Kebijakan ini membuat PKL bergejolak. Masak kami berjualan dikenakan tarif retribusi insidentil yang tarifnya lebih mahal dibandingkan retribusi biasa,” tandasnya.
Ia menambahkan sebenarnya UPTD memungut retribusi sebesar Rp 750 000 untuk event hari raya lalu. Setelah mendapatkan protes dari pedagang, akhirnya diturunkan menjadi Rp 300 ribu.
“Intinya kami meminta UPTD Kenjeran mengenakan tarif yang disesuaikan dengan kemampuan PKL,” jelas Bagus.
Menanggapi keluhan pedagang, anggota Komisi B (anggaran) DPRD Surabaya, Baktiono mengatakan tidak seharusnya UPTD memungut retribusi yang sangat tinggi pada PKL. Sebab, penghasilan PKL tidak banyak.
“Seharusnya retribusi itu disesuaikan dengan kemampuan obyeknya. Saya meminta agar retribusi itu jangan diberlakukan,” tegas Baktiono.
Tidak hanya itu, laporan yang masuk ke anggota ada beberapa PKL yang mengadu kerap diintimidasi oleh petugas agar membayar retribusi tersebut. Jika tidak, tidak bolah berjualan di sana.
“Seharusnya UPTD memberikan perhatian terhadap nasib PKL yang rata-rata ada warga sekitar. Selama ini mereka berjualan tidak mendapatkan fasilitas yang memadai dari UPTD. Masak yang diurus hanya pedagang yang menempati kios,” tutur Baktiono.(bamb/mnhdi)