Surabaya, cakrawalanews.co – Sebagai lembaga pendidikan non formal yang mengajarkan tentang aqidah dan kaidah agama islam ditingkat usia dini Madrasah Diniyah (Madin) dikota Surabaya, keberadaanya kini dikhawatirkan akan terus semakin hilang. Ironisnya lagi, keberadaan Madin saat ini juga belum tersentuh bantuan ataupun intervensi dari pemerintah kota (Pemkot) Surabaya.
Tak tersentuhnya batuan Pemkot ke Madin, ditengarai lantaran belum adanya payung hukum yang jelas bagi pemerintah untuk melakukan intervensi atau memberikan bantuan kepada Madin di kota Surabaya.
Hal tersebut diungkapkan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Surabaya. Wakil Ketua FPKB Mahfudz, menyebutkan bahwa hingga saat ini Madin yang ada di kota Surabaya belum ada yang tersentuh bantuan dan ini dimungkinkan karena belum adanya landasan hukum bagi pemerintah untuk memberikan bantuan.
“ Oleh karena itu, kami fraksi PKB akan mendorong dan berjuang untuk memunculkan adanya Perda yang bisa mengakomodir keberadaan Madin di Kota Surabaya,” terang Mahfudz, Rabu (03/08/2022).
Mahfudz melanjutkan, melalui Fraksi Kebangkitan Bangsa (FPKB) Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Surabaya akan berjuang agar Perda tersebut bisa segera diwujudkan sehingga, bisa memperkuat keberadaan Madin dalam sistem pendidikan.
“ Kita berharap pemkot Surabaya mendukung proses itu,” tegasnya.
Menurut Mahfudz, Madin merupakan salah satu model pembelajaran waerisan sejarah yang menjadi sarana dakwah dimasa Sunan Ampel di Surabaya.
“Mbah Sunan Ampel, beliau ini yang memberikan pendidikan karakter di Surabaya. Jangan melupakan sejarah ini. Jangan sampai Surabaya kehilangan karakter yang Islami tersebut,” ungkapnya.
Lebih lanjut, politisi muda yang menjabat Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya itu mengatakan, kalau sejarah ini dilupakan, maka masyarakat Surabaya akan tergerus oleh zaman yang tidak memperhatikan adab.
Menurut Mahfudz Perda ini diantaranya mengatur soal kesejahteraan guru Madin, terhadap siswanya, dan operasional sekolahnya.
“Kita akan ajukan dalam prolegda. Yang didahului dengan berbagai kajian akademik maupun studi banding ke daerah yang sudah melakukan itu,” terangnya.
Mahfudz mencontohkan daerah yang sudah mempunyai Perda berkaitan dengan Madin adalah Kabupaten Pasuruan.
“Karena dengan adanya Madin anak akan digembleng bagaimana berkarakter Islami. Paling tidak kita menghormati dan taqdim akan Mbah Sunan Ampel, itu spiritnya,” pungkasnya.
Sementara itu, salah satu pengelola Madin di Kota Surabaya, Mohammad Djardjis, yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Utsmani di Jl.Jati Srono ini membenarkan bahwa kondisi Madin sekarang ini sangat memprihatinkan.
“Sak ikhlase, sak mlakune. Begitu pula dengan gurunya. Tempat belajar juga seadanya, kurang memadai. Seperti di mushola yang disekat-sekat, kemudian dirumah guru yang disekat” ujarnya seusai bertemu Mahfudz, di ruang kerjanya, pada Rabu (03/08/2022).
Lebih lanjut kata pria yang akrab disapa Gus Djardjis ini mengatakan, karena tidak adanya perhatian dari pemerintah, guru Madin tidak maksimal melakukan pengajaran.
“Mereka lebih sibuk mengurus pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan, daripada mengajar,” jelasnya.
Namun ditengah kondisi yang memprihatinkan, Madin masih diminati warga Surabaya, yang ingin anaknya mendapatkan bekal pengetahuan agama.
“Di Surabaya Utara masih ada ratusan Madin di tiap RW, di Surabaya Timur dan Surabaya Barat juga masih diminati. Semua dilakukan dengan swadaya. Di Surabaya pusat seperti mati suri,” ungkap Gus Djardjis
Gus Djardjis berharap pemerintah, khususnya pemerintah kota Surabaya memperhatikan keberadaan Madin.
“Karena Madin ini merupakan pendidikan agama yang membangun moral, adab, generasi penerus bangsa. Dan Madin ini merupakan pendidikan tertua,” tutupnya.(hadi)