Surabaya, Cakrawalanews.co – DPRD Jawa Timur mendorong agar empat daerah yang berada di daerah aliran sungai (DAS) Kali Lamong segera melakukan pembebasan lahan untuk program revitalisasi Kali Lamong yang sudah masuk dalam Perpres No.80/2019 dialokasikan sebesar Rp.1,04 triliun dari APBN.
“Kami berharap proses pembebasan lahan untuk revitalisasi Kali Lamong tahun 2021 sudah bisa selesai. Proses pembebasan ini menjadi tanggungjawab empat daerah yakni Surabaya, Gresik, Lamongan dan Mojokerto,” kata Hidayat anggota Komisi D DPRD Jatim, Senin (27/1/2020).
Menurut politisi asal Fraksi partai Gerindra, Pemkab Gresik mengalami kendala lantaran lahan yang harus dibebaskan terlalu luas yakni kisaran 100 hektar lebih dan membutuhkan anggaran sekitar Rp.600 miliar. “Kendala inilah yang kami khawatirkan bisa menghambat pembangunan fisik revitalisasi Kali Lamong pada 2021 mendatang,” beber Hidayat.
Sebaliknya, untuk Kota Surabaya, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Lamongan tidak keberatan karena lahan yang dibebaskan tidak terlalu luas. “Lahan yang harus dibebaskan Pemkab Gresik cukup luas karena disitu juga akan dibangun waduk bukan hanya tanggul,” dalih politisi asal Mojokerto.
Ia berharap Pemkab Gresik bisa segera menemukan solusi agar bagaimana harga lahan yang hendak dibebaskan terjangkau. Alasannya, berdasarkan laporan Pemkab Gresik harga pasaran lahan yang akan dibebaskan itu kisaran Rp.400 ribu permeter persegi, sehingga perlu dilakukan negosiasi ulang supaya bisa terjangkau.
Masih di tempat yang sama, Badan Pelaksana Harian Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Isdianto menyatakan bahwa pengerjaan fisik revitalisasi Kali Lamong diperkirakan dimulai pada akhir 2021 karena masih menunggu pembebasan lahan yang dibebankan kepada pemerintah kabupaten/kota. “Sekarang masih dilakukan proses pemetaan lahan yang akan dibebaskan. Mudah-mudahan akhir 2021 sudah bisa dilakukan proses lelang pengerjaan fisiknya,” jelas Isdianto dihadapan anggota Komisi D DPRD Jatim.
Diakui Isdianto, Kali Lamong adalah pekerjaan rumah BBWS Bengawan Solo yang belum tuuntas. Namun pihaknya sudah membikin desian sejak tahun 2013 lalu. “Problem utamanya adalah pembebasan lahan, sehingga kami sarankan untuk sharring antara pemerintah pusat dan daerah,” kata Isdianto.
Jika pembebasan lahan sudah tertangani kabupaten/kota, lanjut Isdianto tentu BBWS bisa mengajukan anggaran ke pemerintah pusat. “Gresik memang yang paling luas untuk proses pembebasan lahan yakni sekitar 149 hektar karena berada di bagian hilir,” katanya.
Ia mengakui proses pembebasan lahan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebab tahapan yang harus dilalui adalah melakukan study larap identifikasi kebutuhan tanah. Kemudian penetapan lokasi (Panlok) dan proses pembebasan lahan dengan melibatkan tim appresial untuk penentuan harga yang layak. “Saya kira kalau proses berjalan lancar, study larap butuh waktu 1 tahun, lalu penlok 6 bulan, dan proses pembebasan lahan butuh waktu 9 bulan, baru dilakukan lelang. Jadi saya berharap awal 2021 sudah bisa dilakukan pembebasan lahan,” pungkas Isdianto. (Caa)