Surabaya. Cakrawalanews.co – DPRD Jatim optimis peningkatan investasi di Jatim akan mengurangi angka pengangguran. Sebab di tengah pandemi Covid-19 pada tahun 2020, Jatim mengalami peningkatan investasi sebesar 33,8 persen setara Rp.78,3 triliun dibanding tahun 2019 sebesar Rp.58,5 triliun, berdasarkan data BKPM RI.
“Konsekuensi dari peningkatan investasi PMDN itu tentu akan menyerap tenaga kerja kurang lebih 89.361 tenaga kerja. Rinciannya, sektor primer seperti pertanian, perkebunan sebanyak 4.498 tenaga kerja. Sektor sekunder seperti industri mamin, tekstil dan lain-lain sebanyak 54.717 tenaga kerja. Sektor tersier seperti listrik, gas, konstruksi sebanyak 30.146 tenga kerja,” terang wakil ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak saat dikonfirmasi Kamis (15/4/2021).
Sementara investasi dari PMA (Penanaman Modal Asing), pihaknya juga memberikan apresiasi karena Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa karena mampu mempertahankan investor asing tidak sampai keluar (relokasi) dari wilayah Jatim
Berdasarkan data yang ada, lanjut politikus asal Partai Golkar investasi PMA di Jatim pada tahun 2020 mampu menyerap sebanyak 33.384 tenaga kerja. “Rinciannya, dari sektor primier sebanyak 1.172 tenaga kerja, sektor sekunder sebanyak 25.064 tenaga kerja dan sektor tersier sebanyak 7.148 tenaga kerja,” ungkap Bang Sahat sapaan akrabnya.
Ia mengaku kurang sependapat bilamana ada pendapat yang mengatakan bahwa kenaikan investasi ini belum mencerminkan pengurangan angka pengangguran di Jatim. Alasannya, kata Sahat peningkatan investasi memang tidak selalu linier dengan pengurangan pengangguran karena dipengaruhi oleh banyak faktor.
Pertama, peningkatan investasi ini bisa dalam bentuk penanaman modal pelaku usaha. Artinya usaha yang berada di mereka menambah modal usahanya berkaitan dengan teknologi sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak.
“Hal ini juga sangat dipengaruhi iklim sosial di daerah tersebut yang membutuhkan peran kerjasama pemprov dengan pemkot/emkab untuk memotivasi pelaku usaha tersebut agar tetap menggunakan basis tenaga kerja sehingga tidak semata-mata menggunakan teknologi agar masyarakat juga bisa terlibat bekerja,” beber sekretaris DPD Partai Golkar Jatim ini.
Sahat mengakui pemerintah tidak bisa menghalangi pelaku usaha dalam rangka meningkatkan investasi tidak menggunakan teknologi. “Harapan Kita teknologi digunakan setelah kerja orang juga digunakan. Kalau kemudian ada pendapat yang mengatakan bahwa investasi dapat mengurangi angka pengangguran, menurut saya kita harus optimis,” tegasnya.
Kedua, peningkatan investasi dapat dipastikan menyerap tenaga kerja namun dalam situasi pandemi Covid–19 selama tahun 2020 banyak sektor usaha riil yang mengurangi tenaga kerjanya.
“Hal ini juga berdampak terhadap meningkatnya angka pengangguran, sehingga dengan kenaikan investasi di Jatim diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lama maupun baru supaya angka pengangguran bisa ditekan,” kata Sahat Tua Simanjuntak.
Di sisi lain, DPRD Jatim juga tahu betul bahwa sekarang ini sudah ada 49 peraturan pemerintah dan 4 Perpres terkait kemudahan dalam regulasi usaha di daerah seebagai implementasi UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Namun hal ini membutuhkan sosialisasi kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menyederhanakan regulasi daerah sehingga iklim investasi menjadi lebih baik dan bisa menyerap tenaga kerja yang banyak bagi pertumbuhan ekonomi Jatim yang lebih baik, sehingga sinergi Pemprov dengan kabupaten/kota itu sangat diperlukan,” kata Sahat.
Evaluasi terhadap Pemprov Jatim tahun 2020 dalam hal peningkatan investasi yang dikatakan tidak linier dengan pengurangan angka pengangguran di tahun berjalan 2021, dinilai Sahat kurang tepat dan tidak nyambung. Sebab pendapat politik itu pembandingnya harusnya tahun 2019 lalu.
“Kinerja peningkatan investasi tahun 2020 untuk melihat linier tidak dengan pengurangan angka pengangguran ya evaluasinya di akhir tahun 2021, itu baru nyambung. Alhamdulillah kalau Jawa Timur masih merupakan provinsi yang investasinya cukup tinggi dibandingkan provinsi lain,” pungkasnya. (Caa)