Surabaya. Cakrawalanews.co – Pemerintah Provinsi Jawa Timur kembali mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2021 dari BPK Jawa Timur..
Penyerahan LHP BPK kepada DPRD dan Gubernur Jatim diserahkan langsung oleh Auditor Keuangan Negara V Dr. Akhsanul Haq, MBA, CMA, CA, CSFA, CPA, CFrA dalam rapat paripurna DPRD Jatim, Rabu (25/5/2022). “BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPD tahun anggaran 2021. Opini WTP ini ketujuh kalinya diraih Pemprov Jatim secara berturut-turut sejak tahun anggaran 2015,” kata Akhsanul Haq.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh pihak baik BPK RI atas pendampingan dan bimbingan teknis yang dilakukan selama ini. Termasuk DPRD Provinsi Jatim atas fungsi pengawasan serta strong partnership, kerja keras dan koordinasi yang terjalin, juga kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov Jatim.
“Maka, kita mensyukuri atas opini wajar tanpa pengecualian dari laporan keuangan pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021. Sambil kemudian kita menyisir kembali rekomendasi yang harus kita tindaklanjuti bersama,” kata Khofifah.
Sesuai ketentuan dalam regulasi, rekomendasi dari BPK memang harus ditindaklanjuti. Diungkapkan Khofifah, pihaknya bakal segera menindaklanjuti. Sebab, Pemprov Jatim bersama seluruh pihak terkait berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelaporan keuangan tahunan. “Sehingga ke depan penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah provinsi Jawa Timur serta pengelolaan dan pertanggungjawabannya kita harapkan tentu akan lebih baik lagi,” jelasnya.
Menurut Akhsanul, pemeriksaan atas LKPD bertujuan memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan oleh pemerintah daerah. “Opini WTP yang diberikan BPK merupakan penyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan dan bukan merupakan jaminan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh pemerintah sudah terbebas dari adanya fraud atau kecurangan lainnya,” tegasnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas LKPD TA 2021, BPK masih menemukan kelemahan pengendalian internal dan permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun hal itu tidak mempengaruhi secara material kewajaran penyajian laporan keuangan TA 2021.
Permasalahan tersebut antara lain, pertama, pendapatan hibah langsung tanpa melalui rekening kas umum daerah (RKUD) belum dicatat secara tertib. Kedua, pengelolaan belanja hibah kepada masyarakat pada 4 OPD tidak sesuai ketentuan dan terdapat kekurangan volume hasil pekerjaan. Dan ketiga, volume atas pelaksanaan paket Belanja Tak Terduga pada 2 OPD.
Di sisi lain, kata Akhsanul, BPK juga menyampaikan LHP kinerja atas upaya pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan TA 2021 pada Pemprov Jatim dan instansi terkait lainnya. Pemeriksaan ini dilaksanakan dengan pertimbangan masih terdapat persoalan mendasar, yaitu database penduduk miskin yang belum terintegrasi.
Kemudian, koordinasi pemerintah pusat dan daerah tidak mengarahkan pada kesatuan langkah konkret, rancangan program pemerintah yang belum mengakomodir kebutuhan masyarakat, pelaksanaan program berbasis bansos yang tidak tepat sasaran, serta ekternalitas dari sisi perilaku aparatur yang masih berorientasi pada kreasi output dan belum mengarah pada pemanfaatan hasil program dan perilaku masyarakat yang bergantung pada intervensi pemerintah.
BPK, lanjut Akhsanul Haq juga masih menemukan permasalahan signifikan, dimana kebijakan Pemprov Jatim dalam upaya penanggulangan kemiskinan belum sepenuhnya memadai, antara lain ; belum optimalnya monitoring penyusunan dan pelaporan tim koordinasi penanggulangan kemiskinan (TKPK) kabupaten/kota.
Selanjutnya, belum sepenuhnya melibatkan institusi lain yang tergabung dalam keanggotaan TKPK untuk berkoordinasi terkait penanggulangan kemiskinan. Proses cascading kebijakan penanggulangan kemiskinan belum sistematis. Belum memiliki data akurat dalam penentuan sasaran penerima manfaat kebijakan penanggulangan kemiskinan. Dan pelaksanaan beberapa program belum sepenuhnya sesuai dengan peruntukan sasaran yang ditetapkan.
Berdasarkan data rekapitulasi pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tahun 2005 sampai dengan 2021 (per semester II), tingkat penyelesaian tindak lanjut oleh pemprov Jatim masih sebesar 69,08 persen dari total rekomendasi.
“BPK berharap DPRD dapat memanfaatkan serta menggunakan informasi yang disampaikan dalam LHP. DPRD secara bersama sama dengan Pemprov Jatim diharapkan terus berupaya memperbaiki pertanghungjawaban pelaksanaan APBD serta memantau penyelesaian tindaklanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan yang terdapat dalam LHP BPK sesuai dengan kewenangannya,” pinta Akhsanul Haq.
DPRD Bentuk Pansus Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran 2021
Sementara itu, ketua DPRD Jatim Kusnadi menyatakan bahwa setelah menerima LHP BPK tindaklanjut yang akan dilakukan DPRD Jatim adalah membentuk pansus untuk membahas Raperda tentang Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran tahun 2021. “Jadi yang akan menindaklanjuti dan mendalami rekomendasi-rekomendasi yang diberikan BPK nanti adalah pansus tersebut,” jelas politikus asal PDI Perjuangan.
Ia menegaskan bahwa opini WTP BPK bagi suatu pemerintah daerah adalah suatu keharusan. Sebab penilaian dari BPK ini menyangkut kinerja dan penggunaan anggaran yang sudah disepakati bersama dengan DPRD Jatim.
“Siapapun kepala daerah dan ketua DPRD nya, harusnya punya semangat untuk mempertahankan opini WTP. Sebab ini menunjukkan bahwa kerjanya sudah benar. Justru kalau mendapat WDP bahkan Disclaimer itu menunjukkan kalau kerjanya kurang benar,” jelas Kusnadi.
Khusus menyangkut kebijakan penanggulangan kemiskinan yang masih disorot BPK, Kusnadi menyatakan bahwa itu dalam konteks kebijakan dari kinerja Pemprov Jatim. Jadi sudah semestinya Pemprov Jatim membuat perencanaan yang lebih baik lagi tahun depan karena kinerjanya dinilai berkurang. “Ini juga menjadi bahan pembahasan dari Pansus Raperda tentang Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran tahun 2021,” beber ketua DPD PDI Perjuangan Jatim ini.
Terpisah, ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim, Muhammad Fawait mengapresiasi capaian Pemprov Jatim atas penilaian yang diberikan oleh BPK walaupun masih ada sejumlah rekomendasi termasuk persoalan kemiskinan.
“Saya pikir apa yang dilakukan Gubernur Khofifah beserta jajarannya sudah on the track. Masalah kemiskinan kalau kita mau lihat lebih dalam lagi bahwa kemiskinan di Jatim memang sebuah masalah yang belum tuntas sehingga diperlukan sinergitas dari beberapa pemangku kebijakan bukan hanya Pemprov Jatim,” jelas Fawait.
Kemiskinan terbanyak, lanjut Fawait memang berada di wilayah pedesaan, kemudian di wilayah perkebunan yang mayoritas menjadi kewenangan BUMN (Perhutani). Oleh karena itu peran pemerintah pusat juga sangat diperlukan, sehingga masukan BPK itu perlu ditindaklanjuti dan diterjemahkan dalam kebijakan penganggaran provinsi di tahun-tahun berikutnya.
“Eksistensi BUMN itu betuk-betul diperlukan eksternalitas positif khususnya pada masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan sehingga penanggulangan kemiskinan ini bisa tepat sasaran dan sesuai dengan pemertaan, bahwa mana yang perlu dibantu lewat APBD dan mana yang bisa ditangani oleh pusat lewat BUMN. Sebab kalau hanya APBD tak akan cukup,” pungkas pria asal Jember. (Caa)