Surabaya, cakrawalanews.co – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur mendata, total jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Jawa Timur pada 2018 sebanyak 6.831 orang.
Kepala Disnakertrans Provinsi Jatim Himawan Estu Bagijo mengatakan, jumlah TKA meningkat dibandingkan 2017 yang hanya sebanyak 6.694 orang.
Dari total jumlah TKA di Jatim, pekerja asing asal China mendominasi. Ada 1.778 orang TKA asal China yang bekerja di berbagai bidang kerja di Jawa Timur.
Selanjutnya, terdata TKA dengan jumlah cukup besar berasal dari Jepang: 867 orang; Korea Selatan: 810 orang, Taiwan: 590 orang, dan Filipina: 562 orang.
Sebagian besar TKA adalah laki-laki (82,94 persen). Mereka paling banyak bekerja di level profesional (37,61 persen), tidak sedikit tergabung dalam direksi sejumlah perusahaan.
Terbanyak, mereka bekerja di perusahaan sektor lain-lain seperti industri garmen, logam, dan sebagainya (26,09 persen) diikuti sektor pendidikan, misalnya sebagai mentor bahasa asing (25,18 persen).
Tidak sedikit TKA di Jawa Timur yang bekerja di perusahaan sektor perdagangan (20,92 persen). Mereka tersebar di berbagai daerah, paling banyak di Pasuruan (23,8 persen).
Di Surabaya, jumlah TKA juga cukup banyak. Ada sebanyak 16,66 persen TKA di Jatim yang terdata juga bekerja di Surabaya, bisa jadi mereke bekerja lintas kabupaten/kota.
Dari seluruh data Disnakertrans Jatim, ada yang cukup menarik. Ada sebanyak 0,33 persen TKA di Jatim yang tidak terdata jenis kelaminnya, apakah laki-laki atau perempuan.
Padahal, dalam hal perizinan, jenis kelamin menjadi biodata utama yang langsung terdata oleh petugas imigrasi atau pemberi izin. Meskipun ada sebagian negara yang menerapkan jenis kelamin “lainnya”.
Himawan menegaskan, perizinan tenaga kerja asing tidak menjadi wewenang Pemerintah Provinsi Jatim. Melainkan menjadi otoritas Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan.
“Tugas kami hanya mengawasi mereka selama bekerja di Jawa Timur,” kata Himawan ketika ditemui di Gedung Negara Grahadi, baru-baru ini.
Fungsi pengawasan ini, lanjutnya, baru bisa dilakukan setelah TKA itu bekerja selama 1 tahun di Jawa Timur dan sudah memperpanjang izin tinggal sementaranya. Itupun tidak semua TKA terawasi oleh Pemprov Jatim.
“Pemprov bisa mengawasi TKA bila tempat kerjanya punya cabang di sejumlah daerah di Jatim. Kalau tidak, pengawasannya cukup di Pemkab atau Pemkot tempat perusahaan itu berada,” ujarnya.
Dia mencontohkan, Maspion yang memiliki pabrik di sejumlah lokasi di Jatim. Maka Disnakertrans Jatim akan mendapatkan notifikasi ketika TKA yang bekerja di Maspion memperpanjang izin tinggalnya.
“Dari situ pemprov bisa mengecek keabsahan perizinan dan kesesuaian dengan undang-undang. Apakah mereka menjadi tenaga ahli di perusahaan itu atau pekerja kasar?” Ujarnya.
Disnakertrans Jatim telah memiliki Tim Pemantauan Orang Asing (Timpora). Demikian halnya masing-masing pemerintah Kabupaten/Kota juga memiliki masing-masing Timpora yang akan turun melakukan pengawasan.
“Tahun ini, mungkin mulai bulan depan, kami akan lebih intensifkan untuk hadir di perusahaan untuk mengecek kembali dan mencocokkan pemberitahuan (notifikasi),” ujarnya.
Soekarwo Gubernur Jawa Timur dalam beberapa kesempatan telah menegaskan, TKA yang boleh bekerja di Jatim minimal merupakan tenaga ahli di perusahaan.
TKA yang menjadi pekerja kasar tidak dibolehkan. Termasuk jenis pelanggaran seperti TKA yang tidak memiliki izin resmi dari kementerian. Konsekuensinya adalah pendeportasian.(ss/rur)