cakrawalanews.co – Tradisi membangunkan sahur dengan musik keliling telah menjadi bagian tak terpisahkan dari bulan Ramadhan di Indonesia. Alunan musik dan beduk yang menggema di malam hari, membawa nuansa khas dan semangat bagi umat Islam untuk bersiap menyambut waktu makan sahur.
Namun, tradisi ini tak luput dari pro dan kontra. Di satu sisi, tradisi ini dianggap sebagai bagian dari budaya dan kemeriahan Ramadhan. Di sisi lain, ada yang merasa terganggu dengan suara musik yang keras dan bising, terutama bagi mereka yang ingin beristirahat dengan tenang.
Argumentasi Mendukung Musik Keliling Sahur
Bagi para pendukung, tradisi musik keliling sahur memiliki beberapa nilai positif. Pertama, tradisi ini membantu membangunkan orang-orang untuk sahur. Di era modern, dengan kesibukan dan ketergantungan pada alarm, tak jarang orang terlewat sahur. Musik keliling menjadi pengingat yang efektif, terutama bagi mereka yang terbiasa bangun kesiangan.
Kedua, tradisi ini menciptakan suasana Ramadhan yang lebih hidup dan meriah. Alunan musik dan beduk yang menggema di malam hari, membawa semangat dan keceriaan bagi umat Islam. Bagi anak-anak, tradisi ini menjadi momen yang dinanti-nanti, menambah keceriaan mereka dalam menyambut bulan Ramadhan.
Ketiga, tradisi ini dapat melestarikan budaya dan nilai-nilai luhur bangsa. Musik keliling sahur merupakan tradisi turun-temurun yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Melestarikan tradisi ini berarti menjaga warisan budaya bangsa dan memperkuat rasa persatuan antar umat Islam.
Argumentasi Menentang Musik Keliling Sahur
Di sisi lain, terdapat beberapa argumentasi yang menentang tradisi musik keliling sahur. Pertama, tradisi ini dianggap mengganggu ketenangan dan istirahat orang lain. Suara musik yang keras dan bising, terutama pada dini hari, dapat mengganggu mereka yang ingin tidur dengan tenang. Hal ini dapat berdampak pada kesehatan dan produktivitas mereka di hari berikutnya.
Kedua, tradisi ini dianggap tidak efisien dan membuang waktu. Di era modern, banyak cara yang lebih efektif untuk membangunkan orang sahur, seperti alarm, aplikasi smartphone, dan pesan broadcast. Musik keliling sahur dianggap sebagai cara yang kurang efisien dan memakan waktu yang lebih lama.
Ketiga, tradisi ini dapat menimbulkan potensi konflik dan gesekan antar warga. Perbedaan selera musik dan volume suara yang tinggi dapat memicu perselisihan dan mengganggu ketentraman lingkungan.
Mencari Solusi yang Seimbang
Terlepas dari pro dan kontra, tradisi musik keliling sahur merupakan bagian dari budaya Ramadhan yang memiliki nilai positif dan negatif. Mencari solusi yang seimbang dan mengedepankan toleransi antar warga menjadi kunci untuk menjaga tradisi ini tetap lestari tanpa mengganggu ketenangan orang lain.
Dengan mengedepankan toleransi antar warga, tradisi musik keliling sahur dapat tetap lestari sebagai bagian dari budaya Ramadhan tanpa mengganggu ketenangan dan istirahat orang lain. Tradisi ini dapat menjadi momen yang dinanti-nanti dan membawa keceriaan bagi umat Islam dalam menyambut bulan Ramadhan yang penuh berkah. (res)