Surabaya, cakrawalanews.co – Terkait temuan praktik asusila ditempat hiburan malam di Surabaya, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya turut beraksi.
Ormas islam ini menilai bahwa temuan kasus praktek asusila tersebut sudah tidak bisa di tolelir lagi dan harus direspon dengan sanksi tegas oleh Pemerintah Kota (Pemkot).
Ketua PCNU Kota Surabaya KH Muhibin Zuhri menyampaikan, kasus asusila tersebut bukan kali ini saja terjadi di Surabaya dan belum nampak penanganan yang serius.
“Pemkot Surabaya sudah punya Perda untuk mengatur operasional tempat hiburan. Bahkan di Surabaya juga ada Tim RHU (Rumah Hiburan Umum). Namun, faktanya perangkat tersebut masih belum mampu mengendalikan tempat hiburan di Surabaya,”katanya.
Muhibbin menunjukkan, ada banyak tempat hiburan dan bahkan bisnis prostitusi berkedok panti pijat dan spa di Surabaya.
Namun, sejauh ini tidak pernah ada respon apapun dari pemerintah kota.
“Apa iya, aparat tidak tahu praktik-praktik asusila di tempat-tempat seperti itu (spa dan panti pijat). Sekarang tinggal keseriusan pemerintah kota saja,”tukasnya.
Muhibbin menyampaikan ada dua kemungkinan, sehingga pelanggaran ditempat hiburan malam di Surabaya terus terulang.
Pertama adalah system pengawasan yang tidak efektif. Hal itu juga menjadi bukti bahwa kinerja SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, sangat buruk.
Kedua, adalah adanya permainan oknum pemerintah kota. Dia menduga, ada oknum SKPD terkait yang sengaja bermain dengan pemilik tempat hiburan.
Imbasnya, mereka tidak melakukan pengawasan dengan serius. Atau bahkan membiarkan pelanggaran terjadi.
“Bila ini benar, tentu sangat memprihatinkan. Karena itu, hal semacam ini harus menjadi atensi serius walikota dan wakilnya. Harus ada tindakan tegas untuk oknum seperti itu. Ini penting, karena sudah menyangkut moralitas aparatur,”tukasnya.
Atas kondisi itu pula, pihaknya tidak pernah sependapat dengan kemudahan perizinan tempat hiburan di Surabaya. Termasuk juga penurunan pajak 20% sebagaimana yang diusulkan Pemkot Surabaya saat ini.
Sebab, kebijakan tersebut pasti akan berimplikasi negative bagi kehidupan sosial di Surabaya. Turunnya pajak hiburan akan mendorong investor untuk getol berinvestasi pada bisnis hiburan.
Sementara efek yang ditimbulkan atas keberadaan tempat hiburan tidak begitu baik. “Sekarang saja sudah begini (banyak pelanggaran), apalagi pajak diturunkan. Bagi saja menggairahkan bisnis tempat hiburan sejatinya tidak relevan. Sebab yang diperlukan justru pembatasan seketat-ketatnya,”tegasnya.
Sementara itu, sumber di internal Pemkot Surabaya menyebut bahwa upaya pencegahan sudah sering dilakukan terhadap tempat hiburan di Surabaya. Salah satunya dengan melakukan razia dan operasi yustisi.
“Tim RHU dan Satpol PP rutin melakukan operasi. Beberapa waktu lalu misalnya, mereka mengamankan 83 pasangan mesum saat hari valentine. Semua itu adalah bagian dari pengawasan,”dalih pejabat yang enggan disebutkan namanya itu.
Sementara itu, kalangan DPRD Surabaya akan melakukan evaluasi atas adanya praktik asusila di tempat hiburan beberapa waktu lalu.
Pasalnya, sudah ada aturan yang dibuat untuk membentengi terjadinya tindak asusila maupun praktik pelanggaran lainnya.
“Harus ada evaluasi segera terkait masalah ini (praktik asusila). Bagaimana pengawasannya, sehingga Pemkot Surabaya sampai kecolongan. Apalagi peraturan berupa Perda juga sudah ada,”tukas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.(hdi/cn03)