Surabaya, cakrawalanews.co – Masuknya indeks pengurangan risiko bencana ke dalam Indek Kinerja Utama (IKU) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jatim 2019-2024, Pemerintah provinsi Jatim bergerak cepat mengurangi risiko bencana di Jatim salah satunya, yaitu menggandeng ahli geologi dari UGM Jogyakarta.
Gubernur Jatim, Khofifah mencari referensi segera membuat renstra dan rencana kegiatan program (RKP), dimana referensi yang tengah dicari adalah bagaimana memaksimalkan parameter yang terukur menjadi indeks pengurangan resiko bencana referensi dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) secara lebih spesifik yang ada di Jatim.
“Kita harus tahu titik-titik lokal resiko bencana itu ada dimana. Tapi kita juga tidak ingin menjadikan hal ini sebagai sesuatu yang menakutkan. Tapi ini lho hasil penelitiannya ada patahan disini, ada sesar berarti ada gerakan dari tanah yang ada dorongan ke atas masyarakat yang ada disitu harus waspada dan menyiapkan mitigasi yang baik,”ujar Gubernur Jatim, Khofifah usai menerima tamu dari Badan Nasional Bencana DaeraH (BNPB) di Grahadi, Jumat (12/7).
Diakui Gubernur Khofifah, titik-titik resiko bencana itu sudah mulai terpetakan dari ahli geologis UGM. Namun pihaknya dalam waktu dekat akan menggelar FGD khusus untuk pengurangan resiko bencana supaya lebih tahu secara detail parameter-parameter pengurangan resiko bencana itu.
“Jadi apa peran individu, keluarga lalu seperti apa peran Pemkab/Pemkot, seperti apa Pemprov bisa mengintervensinya supaya terukur kira-kira begitu ini semua ini sangat nyambung dengan RPJMD,” ujarnya.
BNPB, lanjut Khofifah saat ini juga telah melakukan ekspedisi desa tangguh bencana (Destana) di 584 desa yang ada di pesisir selatan Pulau Jawa. “Masyarakat nantinya diberi pelatihan bagaimana mitigasi bencana gempa dan tsunami yang baik sehingga bisa meminimalisir korban jiwa,” imbuhnya.
Ahli Geologi UGM, Dr Gayatri Indah Marliani mengatakan potensi gempa itu sebenarnya bisa kita kenali kemungkinan adanya sumber gempa. Misalnya dari karakteristik sebaran gempanya, kemudian apakah ada penampakan di permukaan bumi yang memberikan indikasi bahwa di situ ada sumber gempa.
Di Jatim, lanjut Gayatri potensi gempa dn tsunami berada di selatan Banyuwangi. Sejarah kegempaan juga mencatat pada tahun 1994 silam pernah terjadi gempa dan tsunami yang menelan korban jiwa hingga 250 orang lebih.
“Dari rekaman itu Saja kita sudah tahu bahwa di Pantai Selatan Banyuwangi dekat Pelabuhan itu yang paling terdekat itu patahannya lokal dan pergerakannya sudah bisa teridentifikasi,” terangnya.
Daerah lain di Jatim yang potensi terjadi gempa adalah di dekat Surabaya karena ada lempeng dan patahan Pasuruan yang sudah kami teliti memang ada bekas jejak-jejak dari gempa masa lalu.
“Kami cari tahu kapan terjadinya itu ada potensi bahwa apakah itu akan bergerak lagi itu kemungkinan karena dia sudah pernah bergerak dalam waktu beberapa ratus tahun yang lalu sehingga kemungkinan untuk terjadi lagi bisa diantisipasi,” jelasnya.
Di sisi lain, Jatim juga rawan erupsi gunung berapi karena memiliki banyak gunung berapi yang masih aktif. Diantara, gunung kelud, semeru, ijen, bromo dan gunung lawu. “Tapi indikasi erupsi gunung berapi relatif indikasinya bisa dilihat langsung seperti keluar asap, lahar dan terdeteksi sismograf, sehingga bisa lebih tanggap,” ungkap perempuan berjilbab ini.
“Persoalan resiko gempa memang perlu disosialisasikan terus ke masyarakat karena pengulangannya biasa sampai ratusan tahun sehingga membuat penduduk setempat tidak sadar bahwa daerah itu sebenarnya punya potensi gempa,” pungkas dosen teknik geologi UGM ini. (jnr/wan/pca/p)