Surabaya, Cakrawalnews.co – Wacana Mendagri Tito Karnavian memberlakukan Pilkada Asimetris pada pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 mendatang, nampaknya mendapat respon yang beragam dari sejumlah politisi yang ada di DPRD Jawa Timur.
Fraksi Partai Demokrat DPRD Jatim menilai wacana Pilkada Asimetris itu sebagai suatu bentuk kemunduran. Sebab Fraksi Demokrat DPR RI pada tahun 2014 silam sudah mengusulkan Pilkada langusng dengan beberapa perbaikan. Namun dalam voting paripurna di DPRD RI kalah, sehingga Presiden SBY mengeluarkan Perppu untuk pengganti UU Pilkada tak langsung.
“Tahun 2014 lalu, kami mengusulkan pilkada langsung dengan sejumlah perbaikan tapi ditolak oleh sidang paripurna di DPR RI dan berujung disetujuinya pilkada tak langsung melalui mekanisme voting. Demokrat protes, akhirnya Presiden SBY keluarkan Perppu yang membatalkan UU Pilkada Tak Langsung tersebut,” ungkap Sri Subiati ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jatim, Kamis (21/11).
Oleh karena itu, perempuan yang juga bendahara DPD Partai Demokrat Jatim menegaskan bahwa Partai Demokrat Jatim memiliki sikap dan pandangan yang sama dengan mayoritas keinginan rakyat saat ini yang menginginkan terjaganya hak rakyat untuk dapat memilih pemimpin daerahnya secara langsung. “Partai Demokrat tetap konsisten. Jangan cabut hak politik rakyat. Wacana Pilkada Asimetris itu suatu kemunduran, kalau pemerintah ingin mengubah ya diubah total sekalian jangan setengah-setengah,” dalih politisi asal Pacitan ini.
Ditambahkan Sri Subiati, jika Pilkada Asimetris dipaksakan diberlakukan pemerintah, pihaknya khawatir masyarakat yang ada dibawah juga akan terbelah akibat adanya pro dan kontra yang dipicu adanya kecemburuan sosial. “Ingat, masyarakat itu tentu akan menuntut adanya perlakuan yang sama dari pemerintah kesamaan. Kenapa daerah A masih dipiih langsung rakyat, sementara daerah B kok dipiih DPRD,” jelas perempuan berjilbab.
Ia optimis jika tahun 2014 lalu usulan Fraksi Partai Demokrat DPR RI disetujui DPR, tentu dampak-dampak negatif dari pilihan langsung bisa diminimalisir. Seperti, tingginya cost politik, banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi serta masyarakat pemilih menjadi pragmatis dan tranksaksional. “Kalau 10 syarat yang diajukan Partai Demokrat dulu diakomodir DPR RI, saya yakin dampak pilkada langsung bisa diminimalisir,” kata anggota Komisi E DPRD Jatim ini.
Evalusi pelaksanaan Pilkada langsung yang digulirkan pemerintah, kata Sri Subiati patut mendapat apresiasi. Sebab, fakta di lapangan terdapat banyak persoalan. “Kami sepakat dillakukan evaluasi menyeluruh. Kalau mau diganti menjadi pilkada tidak langsung ya sekalian saja jangan setengah-setengah menggunakan istilah asimetris yang juga bisa membuat pro dan kontra di masyarakat,” pungkasnya. (caa)