Oleh: Ki Sengkek Suharno
Pagi itu cuaca mendung meski tidak terjadi hujan tapi hawa dingin mengalahkan teriknya mentari yang bersembunyi dibalik awan ketika Antasena mengajak Diskusi Pancawala Putra Yudistira di serambi Keraton Amarta sambil menikmati secangkir kopi dan Pisang bakar.
Antasena merasa bahwa tahta yang dimiliki Duryodana Sang pemimpin kurawa atas Astinapura adalah tidak sah dan harus direbut kembali dengan tidak usah mengajak Pandawa selaku orangtua dari mereka dan menafikan Keniscayaan Bharatayuda yang digariskan para dewa.
Dengan kemampuanya terbang menguasai angkasa, ambles bumi menguasai tanah daratan serta menyelam kedasar samudra menjadikanya ksatria pilih tanding yang belum pernah kalah dengan siapapun Antasena merasa mampu mengalahkan Kurawa dan mengembalikan Hastinapura kepada Pandawa sebagai pewaris sahnya.
Meskipun Antasena akhirnya mampu melaksanakan itu semua dengan mengalahkan semua Kurawa dan menguasai Hastina pura tapi dia lupa bahwa Pandawa belum siap menerima Itu semua karena seluruh infastruktur kebatinan dan Sumber daya Manusia para Pandawa belum teruji dan terukur dengan melewati perjalanan karma dan takdir yang harus dijalani sebelum menerima tahta kerajaan sebesar Hastinapura.
Begitu pula keinginan Praja Kabupaten Tegal yang bermaksud meningkatkan pelayanan publik dan akuntabilitas serta peningkatan PAD diseluruh desa dikabupaten Tegal dengan Melaunching Desa Digital plus memang perlu dan harus di apresiasi sebagai niat baik.
Dengan adanya Desa Digital yang berbasis aplikasi dan website diharapkan desa nantinya mempunyai data base Kependudukan yang valid dan terintegrasi sehingga akses untuk pelayanan publik semisal pembuatan KTP KK dan lainya dapat dengan cepat dilayani tanpa harus antri dan mudah serta segera bisa dikerjakan dengan baik .
Sistem pelaporan keuangan desa pun nantinya akan dengan mudah dapat dikerjakan dan diterapkan dengan baik sehingga akuntabilitas dan transfaransi penggunaan anggaran dapat tercipta dan dapat diakses oleh pihak yg berkepentingan dan masyarakat.
Pendapatan Asli Desa atau PAD pasti akan bertambah karena aplikasi dan website yang ada bisa digunakan untuk membuka usaha dan media promosi untuk Bumdes secara online yang nantinya bs menjadi desa yang mandiri.
Tapi dibalik itu semua muncul sebuah kecemasan tersendiri karena pasti nilai nilai kemanusian sebagai wujud dari budi daya cipta rasa dan karsa manusia yamg menjadi kebudayaan seperti silaturakhim gotong royong rembug desa dan gendu – gendu rasa akan terkikis dan pelan – pelan hilang.
Begitu pula hubungan bathin berupa rasa saling memiliki antara warga sebagai rakyat dan Kepala desa beserta perangkatnya sebagai pamong pengayom akan luntur dengan berkurangnya intensitas pertemuan dan anjangsana anatar keduanya.
Apalagi kalau digitalisasi desa dilakukan secara terburu buru dan terkesan ambisius dengan tidak didahului dengan penyiapan ekosistem dan insfarstruktur serta Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor pendukungnya kurang atau bahkan tidak dilakukan.
Justru akan menjadi Bom waktu yang nantinya akan meledak dengan membawa turbulensi yang mengakibatkan tujuan mulia menjadi desa yang prima dalam pelayanan publik mandiri dan akuntabel menjadi berantakan dan sia sia jika tdk ada sinergi yang baik antar seluruh stoke holder yang berkompeten dalam hal ini OPD yang terkait
Diperlukan kearifan berfikir dan bertindak dlam menggapai sebuah keinginan dan cita cita bersama agar keniscayaan berupa kepemilikan kemampuan para Dewa seperti Antasena berupa tehnologi yang canggih lewat desa digital dapat tercapai dan terlaksana.
Jangan sampai Kepala Desa bernasib seperti Antasena yang mempunyai kemampuan melebihi para dewa tapi harus Muksa dan musnah menjadi Tumbal dari sebuah keniscayaan bharatayuda perkembangan Zaman dan peradaban berupa Kecanggihan tehnologi digital.
Pesanya adalah :
Dihadapan jangka nasib dan perlintasan waktu ada yang tak kau lihat, kamu mampu mengalahkan dewa tapi tak mampu membaca kekuatanmu sendiri.
Jika dihadapkan psda sebuah pertanyaan pentingkah Desa Digital dalam pembangunan maka jawabanya adalah bukan penting atau tidaknya tapi itu adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi dalam rangka menghadapi Keniscayaan tapi terlebih dahulu mempersiapkanya secara matang dan komprehensif tanpa meninggalkan kearifan dan nilai – nilai kebudayaan.
*) Penulis Ki Sengkek Suharno adalah
Dalang Wayang Kebangsaan
Wakil ketua bidang Seni Budaya & Olahraga PC GP Ansor Kab. Tegal