Surabaya, Cakrawalanews.co – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) terus berupaya menekan angka penyakit malaria. Pada periode Januari – Maret 2017 di seluruh kabupaten/kota hanya ditemukan sebanyak 65 kasus.
Kepala Dinkes Jatim, Kohar Hari Santoso mengatakan sebanyak 65 kasus yang ditemukan merupakan penyakit malaria impor atau penularan orang dari provinsi lain yang datang ke Jawa Timur. Hingga saat ini, Dinkes Jatim belum menemukan kasus malaria dengan kategori penularan setempat (indigenous) atau penyakit malaria yang berasal dari Jawa Timur sendiri.
“Semua penyakit malaria di Jatim akibat penularan orang dari provinsi lain yang datang ke Jawa Timur, terutama dari Kalimantan dan Papua,” kata Kohar didampingi Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan, Ansarul Fahrudda di Kantor Dinkes Jatim, Kamis (27/4), saat konferensi pers Hari Malaria Sedunia yang diperingati setiap tanggal 25 April.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan kasus indigenous di Jawa Timur terakhir di tahun 2014, ditemukan sebanyak 80 penderita atau 13,3 persen dari total kasus 2014 yaitu sebanyak 608 penderita malaria. Kejadian malaria indigenous di Pulau Sadulang dan Pulau Samar, kedua pulau tersebut masuk wilayah Desa Sapeken Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep.
Berdasarkan data yang dihimpun Dinkes Jatim, tahun 2015 jumlah penderita malaria sebanyak 282 penderita malaria impor, tidak ditemukan adanya malaria indigenous, dengan kematian sebanyak 1 orang. Sedangkan 2016 ditemukan penderita malaria sebanyak 334 orang dengan kematian sebanyak 3 orang, semua kasus yang ditemukan adalah malaria impor.
Selama ini, sambung Kohar, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target eleminasi penyakit malaria, diantaranya pemberian kelambu massal fokus (PKMF) sebanyak 19.000 kelambu. Kegiatan ini dilakukan mulai akhir bulan maret sampai pertengahan bulan April. Sasaran pemberian kelambu pada penduduk tinggal di daerah dengan perindukan nyamuk Anopheles dan terdapat penderita malaria impor.
Selain itu, adapula pemberdayaan masyarakat melalui Juru Malaria Desa (JMD). Mereka ada di desa dengan jumlah tempat perindukan nyamuk dan banyak tenaga kerja/penduduk yang pulang pergi ke daerah endemis malaria. “Kami juga membentuk Pos Malaria Desa di 36 Desa tersebar di daerah yang diduga masih ada penyakit malaria. Upaya lain juga terus dilakukan,” ungkapnya
Seperti diketahui, beberapa tahun belakangan, terdapat tujuh negara yang telah disertifikasi oleh Direktur Jenderal WHO karena telah berhasil menghilangkan malaria yaitu Uni Emirat Arab (2007), Maroko (2010), Turkmenistan (2010), Armenia (2011), Maladewa (2015), Sri Lanka (2016) dan Kyrgyzstan (2016). Sertifikasi tersebut diberikan karena tujuh negara itu selama 3 tahun berturut-turut bebas dari kasus malaria.
Selain itu, kemajuan teknologi dan inovasi dalam penemuan alat baru terus didorong termasuk intervensi pengendalian vektor baru dan vaksin. Ada beberapa negara di Afrika terlibat dalam program percontohan vaksin malaria pada tahun 2018.