cakrawalanews.co – Sholat Tarawih, ibadah istimewa di bulan Ramadhan, tak hanya memancarkan spiritualitas, tetapi juga menyimpan berbagai fakta menarik yang patut ditelusuri. Mari selami sejarah dan tradisi Tarawih, pelajari keutamaannya,
Praktik salat tarawih di Masjid Nabawi mengalami evolusi dan perkembangan panjang. Diketahui, salat tarawih pertama kali dikerjakan Nabi Saw pada 23 Ramadhan 2 H.
Kala itu Rasulullah Saw melaksanakannya di masjid, kadang di rumah. Hal ini untuk mengajarkan umat Islam bahwa sholat tarawih bukan sesuatu yang wajib dilaksanakan.
Pada zaman Nabi saw praktik salat tarawih di Masjid adalah sebelas rakaat. Hal ini sejalan dengan hadis marfu’ yang isinya dialog antara Abu Salamah dengan ‘Aisyah tentang bilangan sholat tarawih. Al-Bukhari sebagai salah seorang rawinya memasukkan hadis ini dalam “Kitab Tarawih” dalam kitab Sahih-nya.
Beliau tidak memasukkannya dalam kelompok hadis-hadis witir dalam “Kitab Witir”. Jadi pendapat yang menyatakan bahwa hadits ini tentang witir tidaklah tepat.
Praktik sebelas rakaat di zaman Nabi saw ini berlanjut terus hingga zaman ‘Umar. Sahabat yang bergelar Al Faruq ini menertibkan pelaksanaan jamaah tarawih di Masjid Nabawi pada tahun 14 H/635 M supaya dilakukan sebelas rakaat.
Tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa ‘Umar pernah mengubah kebijakannya. Bahkan tidak ada riwayat yang sahih bahwa dua khalifah sesudahnya yaitu ‘Usman dan ‘Ali pernah mengubah kebijakan itu. Karenanya, dapat diduga kuat bahwa selama masa Khulafa Rasyidin sholat tarawih di Masjid Nabawi adalah sebelas rakaat.
Salah satu ulama yang menyebut Umar sebagai pelopor sholat tarawih dua puluh rakaat adalah Ibn al-Mulaqqin.
Tetapi ulama dari Mazhab Syafii ini tidak menunjukkan bukti riwayat bahwa ‘Umar pernah mengubahnya dari sebelas menjadi dua puluh.
Ia hanya menyimpulkan dengan memadukan asar Yazid Ibn KhuSaifah dengan asar Muhammad Ibn Yusuf.
Jika memang asar Yazid Ibn Khusaifah (Nas 44-45) itu valid, hal tersebut hanya menunjukkan bahwa beberapa Sahabat di zaman ‘Umar melakukan tarawih dua puluh rakaat. Hanya itu. Tidak menunjukkan adanya perintah ‘Umar untuk mengubah salat tarawih secara resmi di Masjid Nabi saw menjadi salat dua puluh rakaat.
Sholat Tarawih bukan sekadar ibadah rutin, tetapi menyimpan banyak fakta menarik dan makna mendalam.
Di balik tradisi dan keistimewaannya, Tarawih menjadi momen istimewa untuk memperkuat iman, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan mempererat tali persaudaraan.
Marilah kita manfaatkan momen Tarawih dengan penuh makna dan khusyuk, menjadikan Ramadhan sebagai bulan penuh berkah dan spiritualitas. (res)