Surabaya. Cakrawalanews.co – Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur menyesalkan kewenangan terkait wilayah zonasi wilayah 0 – 12 mil laut yang seharusnya masuk ke Jatim tapi kenyataannya dilapangan oleh diambil pemerintah pusat melalui Pemerintah. Mulai dari perzinan kapal hingga proses penangkapan ikan diambil oleh pusat.
“Terus terang kami dari Provinsi Jatim ini butuh peningkatan Pendapat Asli Daerah (PAD), maka itu kami komisi B DPRD Jatim, dan DKP akan ke kementerian Kementerian dan kelautan agar kewenangan itu diberikan kembali ke Provinsi, kemudia pihaknya akan ke DPR RI juga. Bukan implementasi kita yang urus keperluan dibawah tapi kenyataanya PAD masuk ke Pusat,”kata Anggota komisi B DPRD Jatim, Agus Dono Wibawanto usai melakukan monitoring program bidang kelautan di UPT budidaya perikanan pandaan kabupaten Pasuruan, Selasa (17/10/2023).
Dikatakannya, sektor kelautan dan perikanan bahwa saat ini implementasi peran-peran pembagian wilayah masih tumpang tindih. Padahal hal tersebut sangat penting sekali, karena peran harus berbanding lurus dengan alokasi anggaran dari APBD Jatim yang akan diberikan dan berbanding lurus dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh.
Kalau peran dijalan oleh provinsi, maka PAD diperoleh untuk Jatim bisa mencapai Rp 1 Triliun per tahun. “Persoalannya kalau peran tidak dimaksimal, Komisi B tidak bisa tidak bisa memberi alokasi anggaran untuk bidang tersebut karena kewenangan masih diambil pusat,” ucap politisi asal Partai Demokrat itu
Agus Dono menambahkan, bahwa fungsi dan manfaat kelautan sangat penting sekali. Namun rawan diintegrasi oleh pihak luar. Maka kewenangan provinsi yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui undang-undang harus dijalankan.
Agus Dono menyebut wilayah pesisir pantai mulai Bojonegoro sampai Banyuwangi sangat panjang dan banyak perusahaan yang memanfaatkan ruang laut 0-12 mil. Untuk itu, DPRD tidak ingin ada peraturan pemerintah yang menabrak undang-undang.”Untuk itu lebih realistisnya lagi nanti kita ke Jakarta untuk menanyakan hal itu,” tuturnya.
Sementara Kepala DKP Jatim, Muhamad Isa Ansori menjelaskan, selama ini pengelolaan 0-12 mil laut dikelola oleh instansinya. Hal itu sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Namun dengan adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dikelola oleh pusat.
Isa menilai adanya disharmoni pengelolaan laut 0-12 mil, antara Undang-undang 23/2014 dengan Undang-undang 6/2023. “Pengelolaan 0-12 mil menjadi kewenangan provinsi. Namun dengan Undang-Undang Cipta Kerja, Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut dikelola oleh pusat,” ujar Isa.
Isa menyebut untuk mendapatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pemerintah pusat menerbitkan PP Nomor 85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Padahal potensi pendapatan dari PKKPRL mencapai Rp 500 Miliar – 1 Triliun.
Mantan Kepala Dinas PU Sumber Daya Air menilai PP tersebut bertabrakan dengan UU 23/2014. Mengingat sesuai aturan yang berlaku, undang-undang diatas peraturan pemerintah.
“Bagaimana menggunakan PP 85/2021, PNBP dari ijin kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut dikelola oleh pusat, ini kurang pas karena bertabrakan dengan UU 23/2014. Tentu PP tidak boleh dibawah UU,” tuturnya.
Isa optimis pengelolaan ruang laut 0-12 mil tetap menjadi kewenangan Provinsi Jawa Timur. DKP akan konsultasi ke pemerintah pusat untuk mengkaji ulang aturan-aturan yang ada, dan koordinasi dengan KKP.