Oleh: Dr. Harris Turino *)
Mencermati data time series yang dipublikasikan oleh outworldindata.org pada, saya menemukan beberapa fakta menarik. Data ini diambil dari sebaran covid-19 di 210 negara di dunia per tanggal 26 Juli 2020.
Jumlah rerata per hari kasus terkonfirmasi positif covid-19 di Indonesia dalam seminggu terakhir (21 – 27 Juli 2020) ada pada kisaran 1.725 kasus per hari. Sementara jumlah rerata pengujian PCR pada periode yang sama adalah 13.500 per hari. Sehingga didapatkan positivity rate sebesar 12.78%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar WHO sebesar 5.00% untuk bisa dikatakan “mengalami pelandaian” atau penyebarannya terkendali.
Dengan jumlah rerata pengujian sebesar 13.500 orang per hari, dan jumlah penduduk Indonesia sebesar 267,2 juta jiwa, maka jumlah pengujian di Indonesia hanya sebesar 50 orang per satu juta penduduk per hari. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan standar WHO sebesar 140 orang per satu juta penduduk per hari. Untuk mencapai standar minimum ini, maka dibutuhkan jumlah pengujian sebesar 37.408 orang per hari.
Bila dibandingkan dengan negara lain, dari sisi jumlah kasus terkonfirmasi positif covid-19, Indonesia ternyata menempati ranking 24 dengan jumlah kasus 103,303. Ranking pertama diduduki Amerika Serikat dengan jumlah kasus sebesar 4.148.011, diikuti dengan Brazil 2.394.513, India 1.435.453 dan Rusia 818.120 kasus.
Kalau dimasukkan satu variabel lain, yaitu jumlah penduduk maka jumlah kasus terkonfirmasi positif per 1 juta penduduk maka Indonesia menempati ranking ke 142 dengan jumlah kasus sebesar 355 orang per satu juta penduduk. Ranking pertama diduduki oleh Qatar dengan jumlah kasus 37.845, diikuti oleh Bahrain 22,771 dan San Marino 21.097 per satu juta penduduk.
Yang menjadi persoalan adalah jumlah total test di Indonesia yang masih relatif sangat kecil, yaitu hanya sebesar 1.361.384 PCR test, atau sebesar 5.095 test per satu juta penduduk. Indonesia menduduki ranking 163. Ranking pertama diduduki oleh Monaco dengan jumlah pengujian sebesar 973.180 per 1 juta penduduk, Faeroe Island 725.310 dan Luxemburg 639.731 test per 1 juta penduduk. Di ketiga negara kecil ini, jumlah PCR testnya hampir sama dengan jumlah penduduknya. Kalau dibandingkan dengan negara-negara besarpun, jumlah pengujian di Indonesia masih relatif kecil. Di Amerika jumlah pengujiannya sebesar 166.145 per 1 juta penduduk, China 62.814, Brazil 59.252 dan India 12.553. Catatan: satu orang bisa menjalani lebih dari satu kali test.
Atas pertimbangan masih minimnya jumlah test, maka untuk mengetahui data covid-19 di Indonesia, akan lebih akurat apabila menggunakan data kematian (fatality rate). Dari sisi jumlah kematian akibat covid-19, Indonesia menduduki ranking 23 dengan jumlah kematian sebanyak 4.838 orang. Ranking pertama diduduki oleh Amerika dengan total jumlah kematian 146.460 orang, diikuti Brazil 86.449 orang dan Inggris 45.738 orang.
Kalau kita masukkan variabel jumlah penduduk, maka angka kematian per 1 juta penduduk maka Indonesia menempati ranking 110 dengan jumlah kematian 17.23 per 1 juta penduduk. Ranking pertama diduduki oleh San Marino sebesar 1.237 kematian per 1 juta penduduk, diikuti dengan Belgia 847 orang dan Inggris 674 kematian per 1 juta penduduk.
Kalau dihitung dari persentasi jumlah kematian per kasus terkonfirmasi positif, maka Indonesia menduduki ranking 41 dengan persentasi 4,82 %. Ranking pertama diduduki oleh Yaman dengan tingkat kematian 28,56%, diikuti MS Zaamdam 22,22% dan Perancis 16,50%. Inggris menduduki ranking keempat dengan persentasi 15,25% dan diikuti Belgia 14,79%.
Dari semua data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah pengujian di Indonesia memang masih terlalu sedikit untuk dapat mengetahui lebih pasti berapa jumlah kasus yang terkonfirmasi positif covid-19. Ada kemungkinan angka yang dilaporkan, yaitu 103.303 kasus per tanggal 27 Juli 2020 memang terlalu sedikit. Tetapi dengan mencermati angka kematian yang lebih riil, maka bisa dipastikan bahwa penularan covid-19 di Indonesia memang tidak sebesar di negara-negara lain seperti Amerika, Brazil, Inggris dan Rusia.
Di samping itu dengan jumlah positivity rate sebesar 12.78%, maka Indonesia boleh dikatakan “belum aman” dari pandemi covid-19. Kebijakan relaksasi PSBB yang diambil pemerintah semata-mata dilakukan untuk menyelamatkan ekonomi dari kehancuran berkepanjangan, bukan karena pandeminya sudah terkendali. Maka dari itu kita sebagai pelaku ekonomi yang kembali beraktivitas, tetap harus menjaga diri dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, yaitu sosial dan physical distancing, rajin cuci tangan dan senantiasa memakai masker bisa keluar rumah. Ini semata-mata demi keselamatan kita, kerabat dan keluarga kita.
*) Penulis adalah pendiri “Gerakan Pakai Masker”.