Jakarta, Cakrawalanews.co – Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) menyerahkan 10 dari 20 nama yang lolos seleksi tahap akhir ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (2/9/2019) hari ini. Penyerahan 10 nama tersebut pun dijadwalkan berlangsung pukul 15.00 WIB di Istana Merdeka.
“Pagi ini kami masih rapat membahas 10 nama. Ya rapat jam 10 hari ini,” ujar anggota Pansel KPK, Hendardi.
Menurut dia, Pansel tidak berencana mengumumkan 10 nama yang diserahkan kepada Presiden. Namun, apabila presiden meminta untuk diumumkan, terbuka bagi Pansel KPK mengumumkannya.
“10 nama kami serahkan kepada presiden dan ia punya kewenangan untuk mengumumkan. Kami belum ada rencana lain hari ini, kecuali presiden minta kami mengumumkan nama-nama yang dipilih,” ucap dia.
Sebanyak 20 Capim KPK selesai menghadapi tahapan akhir seleksi, yakni tes wawancara dan uji publik. Tes tersebut berlangsung dari 27-29 Agustus.
Tes kesehatan, wawancara, dan uji publik ini akan mengurucutkan jumlah capim menjadi 10 orang dan nantinya diberikan kepada Presiden Jokowi. Dari 20 nama itu, 4 orang merupakan perwira polisi, 3 jaksa, dan seorang pensiunan jaksa. Adapun komisioner KPK 2015-2019 yang lolos profile assessment hanya Alexander Marwata. Seorang pegawai KPK juga dinyatakan lolos. Sepuluh calon lain yang lolos berprofesi hakim (1 orang), advokat (1), pegawai negeri sipil (3), dosen (3), karyawan BUMN (1), dan penasihat menteri (1).
Di sisi lain, sejumlah elemen masyarakat sipil menilai, beberapa nama yang diloloskan memiliki catatan hitam dalam pemberantasan korupsi. Hal tersebut turut menjadi perhatian para guru besar di Indonesia. Sejumlah guru besar memberikan pandangannya terkait seleksi capim KPK.
Pandangan itu dihimpun oleh Dekan Fakultas Hukum UGM, Sigit Riyanto. Sigit mengaku mengumpulkan keterangan tertulis dari sejumlah guru besar. Ia menyatakan, pemberantasan korupsi merupakan upaya Bangsa Indonesia untuk membangun masa depan yang lebih maju, beradab, adil dan sejahtera. Ia menilai, KPK memiliki mandat yang mulia untuk mengawal upaya pemberantasan korupsi. Karenanya, memilih pimpinan KPK yang tidak berintegritas dan tidak memiliki rekam jejak yang baik sama halnya dengan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Sigit juga menyitir pernyataan Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, Asep Syaifuddin. Menurut Asep, KPK harus diisi orang-orang yang berintegritas tinggi dan berjiwa besar.
“Jadi di dalam KPK adalah orang-orang yang bersih, jujur, bermoral tinggi, independen, dan tidak punya kepentingan apa-apa selain untuk menjadikan negara ini bersih dari korupsi,” kata Asep melalu keterangan tertulis yang dihimpun oleh Sigit.
Hal senada disampaikan Guru Besar Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho. Ia meminta pemilihan pimpinan KPK betul-betul mempertimbangkan masukan dari publik. Sebab, KPK milik publik sehingga faktor Integritas, independensi, dan profesionalitas merupakan harga mati. Seandainya tidak memenuhi harapan publik, Pansel KPK dan DPR sedianya tidak memaksakan diri untuk memilihnya.
Guru Besar Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto juga menyampaikan hal senada. Ia menilai, KPK adalah garda terdepan bagi Indonesia yang bersih dari korupsi.
“Penegakan hukum dan jaminan demokrasi salah satunya ditentukan oleh KPK yang kuat. Komisioner KPK haruslah merupakan tokoh-tokoh yang terbukti memiliki sifat kenegarawanan dan tidak punya cacat cela sedikitpun dalam hal korupsi sejak dari pikiran, ucapan dan tindakan,” kata dia.
Adapun mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus Guru Besar Universitas Islam Indonesia, Mahfud MD menilai, KPK merupakan harapan masyarakat dalam memberantas korupsi. Karenanya, ia meminta jangan membunuh harapan masyarakat dengan melemahkan KPK.
“KPK adalah anak kandung reformasi yang telah berhasil membangun optimisme masyarakat tentang masa depan perang melawan korupsi di Indonesia. Oleh sebab itu jangan bunuh asa masyarakat karena salah menempatkan komisioner,” tutur Mahfud.
Selanjutnya, Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo menilai, KPK merupakan institusi yang hingga saat ini terbersih dan paling berkomitmen melakukan penegakan hukum korupsi. Oleh karena itu, ia berharap capim KPK merupakan sosok teladan tanpa cacat.
“Tidak mungkin membersihkan lantai yang kotor dengan sapu yang kotor,” ucap dia.
Selain itu, Guru Besar Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait mengatakan, korupsi yang menggurita menjadi musuh bersama. Dengan demikian, Indonesa membutuhkan KPK yang kuat dan tahan gempuran dari berbagai penjuru. Karena itu, KPK harus mendapatkan individu yang mampu menjalankan perang terhadap korupsi dimulai dari proses seleksi yang bersih, independen, dan akuntabel.
“Kami mau lewat seleksi yang benar. KPK wajib diisi oleh orang-orang yang memang siap berjuang melawan korupsi,” ujar dia.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Indonesia, Topo Santoso menilai, pimpinan KPK merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi sehingga mesti bersih, independen, dan kredibel. Hal senada disampaikan Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsudin Haris. Ia menilai, terlalu besar risikonya bila pimpinan KPK diisi orang-orang yang tak kredibel.
“Terlampau besar risiko yang ditanggung bangsa kita apabila KPK lumpuh dan maling-maling itu berkuasa,” ucap Topo.(kcm/ziz)