Surabaya, cakrawalanews.co – Pelindo III sebagai operator Pelabuhan Tanjung Perak dan beberapa pelabuhan penting lain di Indonesia berdiskusi dengan pengelola Pelabuhan Rotterdam tentang tren digitalisasi pelabuhan.
Direktur Transformasi dan Pengembangan Bisnis Pelindo III, Toto Nugroho, dalam diskusi tersebut menekankan tentang pentingnya peran pelabuhan dalam mendorong integrasi tidak hanya antarproses bisnis di pelabuhan saja, tetapi hingga di jaringan rantai pasok.
“Tujuan utamanya ialah untuk mereduksi biaya logistik di Indonesia. Integrasi data (sebagai bagian dari integrasi teknologi) akan sangat penting untuk meningkatkan kinerja rantai pasok,” ujarnya, Jumat (17/5).
Ia melanjutkan, bahwa inovasi teknologi informasi (TI) harus bisa membantu proses bisnis. Tidak semata hanya digitalisasi (pendigitalan) data. Setelah implementasi TI menjadi solusi, berikutnya ialah mendorong integrasinya. Arsitektur TI yang dibangun harus tepat, agar jika ada perubahan tetap efisien proses perubahannya.“Pelindo III sangat berkomitmen dalam mendorong (implementasi) digitalisasi. Termasuk melihat potensi untuk menjadi market place,” ungkap Toto Nugroho lagi.
Pelindo III sudah mengembangkan berbagai aplikasi operasional di antaranya yaitu Spinner (layanan bongkar muat peti kemas) dan Gen-C (layanan bongkar muat general cargo). Serta juga ada TOS (operasional terminal), Vasa (pelayanan kapal), Anjungan (pelayanan tagihan), yang didorong untuk terintegrasi dengan sistem eksternal, seperti Inaportnet (sistem informasi kepelabuhanan) milik pemerintah.
Senior Manager Perencanaan Strategis dan Kinerja Perusahaan Pelindo III, Prasetyo, menambahkan bahwa digitalisasi memang penting untuk meningkatkan produktivitas dan layanan. Namun digital hanyalah tools (alat; cara), menurutnya aspek terpentingnya justru ada pada sumber daya manusianya.
“Misalnya dengan digitalisasi data kegiatan di pelabuhan, pengguna jasa bisa terbantu untuk mengatur strategi yang lebih efisien dan mengembangkan strategi bisnisnya. Namun manusia tetap merupakan pusat dari bisnis, dengan bantuan teknologi untuk mengurus beberapa hal, maka manusia bisa lebih fokus untuk mengembangkan layanan yang lebih personal lagi untuk setiap pengguna jasa yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Presiden Direktur PT Pelabuhan Rotterdam Indonesia, Willem Deden. Teknologi bukan alat pengambil keputusan (hanya berfungsi sebagai sistem atau data pembantu pengambil keputusan). Menurutnya, pada akhirnya hirarki institusi yang bisa mengambil keputusan dan memutuskan solusi untuk komunitas yang kompleks seperti di pelabuhan.
“Pelabuhan Rotterdam tidak bisa memaksa institusi lain untuk menggunakan inovasi teknologi yang dibuat. Misalnya pada inovasi Pronto untuk optimasi layanan pelabuhan. Maka yang dilakukan ialah memulai dengan mengajak beberapa perusahaan yang mau mencoba, karena efisiensi yang didapat lebih banyak dirasakan oleh pelayaran (bukan pelabuhan). Kami menggelar banyak diskusi lintas institusi, dari syahbandar hingga pengguna jasa. Ternyata inovasi layanan juga menjadi daya tarik pelabuhan dalam pemasaran,” ceritanya.
Digital Expert Pelabuhan Rotterdam Monica Swanson, di sela presentasinya mengungkapkan bahwa bila perusahaan memiliki orang yang tepat untuk mengelola sistem TI-nya dan bila TI bisa menyatukan karyawan milenial dan senior untuk bisa bekerja sama. Maka digitaliasi (pelabuhan) bisa sangat menguntungkan.
“Tantangannya ialah bagaimana membuat komunitas maritim lintas institusi di pelabuhan dan pelayaran (atau bahkan di sepanjang rantai pasok) untuk bersama-sama mendigitalisasi proses bisnisnya. Konflik kepentingan yang muncul juga harus didiskusikan bersama hingga mencapai kesetimbangan take and give yang membawa ke satu tujuan, keselamatan operasional dan efisiensi bisnis,” paparnya.
Para peserta diskusi, baik dari karyawan Pelindo III Group, maupun tamu undangan dari BUMN Telkom dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, banyak yang menanyakan bagaimana trik untuk mengumpulkan lintas institusi agar bekerja sama mengembangan sistem digitalisasi. Salah satunya ialah dengan meminta para pemangku kepentingan yang merupakan business owner untuk mengisi sendiri data mereka yang perlu di-sharing ke modul-modul yang disiapkan. Hal tersebut membuat mereka lebih nyaman dan mengikis isu kepercayaan.
Sedangkan untuk resistensi yang mungkin timbul, misalnya dari para agen yang khawatir kehilangan pekerjaannya akibat adanya otomasi. Mereka justru diajak untuk aktif mengembangkan aplikasi digital dan sistem TI. Sehingga mereka dapat mengikuti untuk mengubah model bisnis mereka agar tetap relevan.
Bila dalam 2 sampai 3 tahun ke depan pelabuhan tidak mengadaptasi digitalisasi pelabuhan, maka akan tertinggal. Karena akan menjadi kebutuhan yang dicari para pengguna jasa. Sangat berpotensi untuk mereduksi biaya-biaya yang tak perlu dalam bisnis.
“Mengembangkan TI dengan tujuan bersama akan menjadi win-win solution. Kesulitan teknis akan diatasi bersama. Jutaan dollar dari kegiatan yang tidak efisien bisa dibereskan. Kita sebagai operator pelabuhan akan menjadi partner logistik yang lebih baik. Itu tujuannya,” pungkas Monica Swanson dalam sesi tanya jawab.(jnr/wan/mad)