Surabaya. Cakrawalanews.co – Meski Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) telah meluruskan polemik hilangnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari dalam Kamus Sejarah Indonesia, DPW PKB Jatim justru mempertanyakan adanya tanda tangan Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Hilmar Farid.
Bahwasannya, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menyampaikan buku yang dimaksud tidak pernah diterbitkan secara resmi. Padahal, sudah ada ISBN yang dibtandatangani olehnya dan terjual di laman jual beli online.
“Kalau pernyataan Pak Hilmar itu benar, bahwa buku itu masih dalam draft yang dibuat 2017 zaman menterinya Pak Muhajir efendi dan masih dalam bentuk draft. Lantas siapakah yg berani bertanda tangan atas nama beliau dan berani mengedarkan/menjual melalui online,” kata Sekretaris DPW PKB Jatim Anik Maslachah saat dikonfirmasi, Selasa (20/4).
“Ini makin menggelitik pikiran kita, maka harus dilakukan investigasi kebenaranya,” sambung Anik.
Menurut Anik, alasan Dirjen Hilmar sangatlah tidak masuk akal. Pasalnya, bukti-bukti bahwa buku sudah sah dan beredar.
“Kenapa masih harus membuat alasan yang kurang masuk akal, kenapa minta maaf saja dan menarik untuk direvisi aja susah,” tambahnya.
Anik membeberkan bahwa masyarakat sudah melek IT bahwa buku sudah dijual di online. “Masyarakat kita sudah pinter-pinter sehingga tidak perlu berbohong untuk mecari pembenaran,” terangnya.
Anik yang juga Wakil Ketua DPRD Jatim ini menambahkan bahwa buku yang sudah beredar harus segera ditarik dan direvisi. “Tidak boleh ada rekam jejak yang dikaburkan apalagi dihilangkan,” pintanya.
Sebab, lanjut Penasihat Fraksi PKB DPRD Jatim ini kalau hal tersebut terjadi sama halnya pemerintah telah membelokkan sejarah dan menjadi doktrin generasi penerus untuk salah sejarah.
“Yang terpenting bagi kami, buku itu harus ditarik dari peredaran dan dilakukan revisi sesuai dengan fakta sejarahanya tanpa diskriminasi,” pungkasnya.
Diketahui, Kemendikbud baru saja menerbitkan Kamus Sejarah Indonesia (KSI) terdiri atas dua jilid. Jilid I Nation Formation (1900-1950) dan Jilid II Nation Building (1951-1998).
Pada sampul Jilid I terpampang foto Hadratus Syech Hasyim Asy’ari. Namun, secara alfabetis, pendiri NU itu justru tidak ditulis nama dan perannya dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Hal yang sama terjadi pada Jilid II, tidak ada ulasan tentang Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Caa)