Oleh : Ki Sengkek Suharno *)
Pada suatu malam menjelang dini hari terjadi pembicaraan serius antara Bagong dan Petruk di pojok Pendapa Karang Kadempel tentang kenapa mengapa dan bagaimana kok sampai Semar diusir dari Kahyangan Suryalaya oleh sang Hyang Tunggal.
Setelah meneguk kopi pahit dan menyalakan sebatang rokok tingwek (nglinting dewek) petruk membuka percakapan dengan melontarkan pernyataan bahwa Semar diusir karena kelakuanya sendiri yang gagal dalam komunikasi politik sehingga tidak bisa melakukan kompromi dan kobi secara politik.
Seharusnya Semar dengan modal intelektual dan kebhatinan yang diatas rata rata mampu meredam segala macam tipu daya dan jerat yang dipasang oleh musuh politiknya bathara guru yang dari awal sudah diketahui menginginkan dan berambisi menguasai tahta Kahyangan surya laya.
Kenapa justru melakukan blunder dengan mengeluarkan dekrit yang jelas – jelas sangat tidak mungkin dilaksanakan karena banyak ditentang oleh banyak kalangan termasuk orang – orang terdekatnya sendiri semacam togog dan mbilung.
Bagong yang sedari tadi sibuk dengan pisang goreng dimulutnya terlihat tidak menggubris omongan Petruk dan bahkan terkesan menganggap remeh pernyataan tersebut dengan sedikit tertawa sambil mengambil rokok dimulut Petruk dan menghisapnya.
Dia justru menganggap Petruk itu seperti orang yang tidak mengenal Semar padahal selama ini hidup bersama sehingga sampai mengeluarkan statement demikian sementara Semar – Semar sendiri justru sdh tidak mempermasalahkan kejadian itu lagi yang dianggapnya hal biasa dalam kehidupan dunia.
Menurut Bagong justru diturunkanya Semar ke bumi adalah kehendak Semar dendiri yang merasa bahwa dia tidak akan bisa lama berkumpul dengan orang orang yang haus dengan kekuasaan yang lebih mengedepankan syahwat politiknya ketimbang hatinuraninya sehingga berani menghalalkan segala cara demi melengserkanya.
Mungkin saja justru Semar sendiri sudah tahu akan dimanfaatkan dan dijerat serta di buat seolah bersalah didepan Sang Hyang Tunggal sehingga tanpa beban dan kesedihan sedikitpun dia keluar dari kahyangan hanya menggunakan celana pendek dan kaos oblong sebagai satire bahwa penghuni kahyangan seperti anak Kecil yang masih TK.
Justru Bagong balik bertanya siapa yang menjerat dan siapa yang terjerat jika kenyataanya orang yang dianggap menjebak gusdur sekarang justru menjadi pesakitan dan terkucilkan serta terbuka kedoknya sendiri tanpa Semar melakukan apapun.
Semar itu orang yang linuwih dan tajam baik analisa maupun penerawanganya yang mampu membaca dan memprediksi masa depan serta membuat analisis dan pemecahanya sehingga masalah seberat apapun itu dapat dengan mudah dan cepat bisa diselesaikan serta diketahui jalan keluarnya terlebih dahulu sebelum orang lain tahu.
Mungkin juga ini bagian dari skenarionya yang justru menginginkan turun ke bumi sebagai bentuk tanggungjawabnya sebagai pemikir dan intelektual serta pengayom juga pemberi cahaya (qondilulloh) bagi umat manusia yang hidup dijagad raya ini sehingga dia membiarkan dirinya seolah – olah terjerat.
Jangan lupa juga bahwa Semar itu keturunan dewa yang mempunyai sanad langsung sampai sang Hyang Wenang yang pasti punya misi khusus dan tidak bisa diprediksi apa yang akan dilakukanya serta berbuat semaunya karena begitulah memang kenyataanya.
Yang paling penting adalah kalau Semar tidak diturunkan ke bumi maka tidak akan ada Gareng Petruk dan Bagong yaitu kita sebagai anak-anaknya yang berkewajiban mengikuti dan menjadikanya teladan serta berusaha minimal bisa meneruskan apa yang sudah dilakukan Semar selama ini.
Petruk hanya bengong dan terdiam mendengar semua yg perkataan Bagong yg sungguh diluar perkiraanya sehingga tanpa sadar rokok yang ada disakunya diambil oleh Bagong sambil pura pura pamit pergi kedapaur mengambil singkong yang lagi direbus.
Gitu aja kok repot…
Wallohua’lam bisshowab.
*) Penulis Ki Sengkek Suharno adalah penggiat kebudayaan dalang wayang kebangsaan
Wakil Ketua PC GP Ansor Kab. Tegal
■Pojok Nyong Kopi 17 Des 2020
#bedahbuku
#menjeratgusdur