PWNU Jatim Resmi Tolak Full Day School

oleh -103 Dilihat

Surabaya, cakrawanews.co -PWNU Jatim secara resmi menyatakan sikap menolak pemberlakuan kebijakan Full Day School (Lima Hari Sekolah) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sesuai Permen No.23 tahun 2017.

Pernyataan sikap itu disampaikan Ketua PWNU Jatim KH Hasan Mutawakkil Alalah saat menggelar buka bersama di kantor PWNU Jatim, Surabaya, Minggu (18/6) malam.

Menurut pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong Probolinggo ini, ada banyak kelemahan jika lima hari sekolah dipaksakan diberlakukan di seluruh Indonesia. Di antaranya membutakan heteroginitas bangsa Indonesia yang memiliki kebhinekaan dari suku, bahasa dan agama.

“Di Jatim itu ada banyak madrasah dan pondok pesantren yang menjadi basic moral dan spiritual mayoritas masyarakat Jatim, sehingga kondisi Jatim senantiasa kondusif. Kalau lima hari sekolah dipaksakan sudah tentu NU Jatim menolak karena merasa yang paling dirugikan dengan kebijakan tersebut,” tegas KH Mutawakkil.

Di sisi lain, pembuatan kebijakan kontroversial itu dilakukan tanpa melibatkan seluruh stake holder dunia pendidikan. “Yang paling kami khawatirkan pendidikan agama di sekolah juga ada wacana dihapuskan setelah lima hari sekolah berhasil diberlakukan. Makanya PWNU meminta supaya Pemprov Jatim merespon aspirasi dari kiai-kiai untuk menunda kebijakan Permendikbud itu,” ungkap kiai asal Probolinggo ini.

Lima pernyataan sikap PWNU Jatim menolak Permendikbud No.23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah (Full Day School) dibacakan sekretaris PWNU Jatim, Prof Akh. Muzakki, MAg, Grand Dip SEA, M Phil, PhD di hadappan seluruh undangan yang hadir.

Pertama, menolak pemberlakuan secara nasional lima hari sekolah oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan karena tidak sesuai dengan keragaman kondisi geografis dan sosiologis masyarakat di Indonesia.

Kedua, meminta pemprov Jatim untuk mewakili kepentingan masyarakat Jatim yang kaya dengan keragaman pendidikan lokal, baik berbasis agama maupun keterampilan teknis untuk menolak diberlakukannya kebijakan lima hari sekolah.

Ketiga, meminta pemerintah pusat untuk mencabut Permendikbud No.23 tahun 2017 yang mendasari kebijakan lima hari sekolah. Keempat, meminta seluruh komponen bangsa ini khususnya para pemegang kuasa publik untuk senantiasa menjaga stabilitas bangsa dengan menjauhkan diri dari berbagai kontroversi yang tidak semestinya.

Kelima, mendorong seluruh warga masyarakat, khususnya kaum nahdliyin untuk tetap menjaga ketenangan dan ketenteraman di tengah kontrovensi besar yang ditimbulkan oleh kebijakan Kemendikbud dengan tetap berkarya dan berkinerja baik dalam penyelenggaraan pendidikan.