Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya didesak Komisi V DPR RI agar memperbolehkan kalangan industri menggunakan air bawah tanah.
Komisi yang membidangi perdagangan, industri, investasi, UKM, BUMN dan koperasi itu beralasan justru penggunaan air bawah tanah yang dilakukan kalangan industri lebih terkontrol dibandingkan dengan warga.
“Kalangan industri akan memakai air bawah tanah sesuai dengan kebutuhan dan itu terkontrol secara baik. Sedangkan masyarakat menggunakan air bawah tanah tanpa bisa dikontrol karena mereka menggunakan semaunya,” beber anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono ketika sidak ke Badan Koordinasi Pelayanan Penanaman Modal Kota Surabaya, Senin (04/1) kemarin.
Ia menambahkan dari penggunaan air bawah tanah ini pemda setempat bisa mendapatkan retribusi dari pengusaha. Sedangkan pengusaha sendiri tidak perlu susah-susah mendapatkan air bersih untuk keperluannya.
Soal penggunaan air tanah itu sendiri mencuat ketika Bambang Haryo menanyakan soal berapa banyak perusahaan yang pindah dari Surabaya.
Terkait hal tersebut Kepala Badan Koordinasi Pelayanan Penanaman Modal Kota Surabaya Eko Agus Supiandi menyatakan hanya ada 1 perusahaan yang pindah ke Nganjuk. Sedangkan perusahaan lain tetap bertahan di Surabaya.
Eko mengatakan alasan pindah PT Lotus ke Nganjuk yang utama adalah soal UMK di Surabaya yang dinilai tinggi. Selain juga adanya larangan penggunaan air bawah tanah untuk industri. Padahal sebagai perusahaan tekstil membutuhkan pasokan air yang cukup banyak.
“Berdasarkan penelitian dari Bappeko, akibat adanya pengggunaan air bawah tanah, menyebabkan air bawah tanah di warga yang semula tawar menjadi payau karena tercampur dengan air laut. Tidak itu saja, pemakaian air tanah dengan skala besar akan berdampak dengan terjadinya penurunan permukaan tanah. Dan ini sudah terjadi di Jakarta yang menyebabkan banjir,” ujarnya.(mnhdi/cn02)