Surabaya. Cakrawalanews.co Penyerapan anggaran belanja pada APBD Jatim tahun 2024 hingga masuki awal semester II cenderung lamban. Bahkan berdasar data yang diterima DPRD Jatim, realisai penyerapan anggaran hingga triwulan kedua atau bulan Juni 2024 masih dikisaran 36%.
Tak ayal, fakta tersebut menjadi sorotan kalangan anggota DPRD Jatim. Hadi Dediyansah Anggota Komisi D DPRD Jatim menilai sampai semester satu (6 bulan) di tahun 2024 anggaran belanja dari seluruh Organisasi Perangkat Daerah tergolong rendah.
“Semestinya kita berpatokan parameter penyerapan adalah setiap triwulan. Tetapi triwulan pertama pun dengan alasan musim politik penyerapan tidak maksimal begitu juga pada triwulan kedua juga sangat rendah,” ujar politikus asal Partai Gerindra saat dikonfirmasi Selasa (2/7/2024).
Menurut Cak Dedi sapaan akrabnya, di tengah masa transisi DPRD Jatim periode 2019-2024 ke anggota periode 2024-2029 kinerja Pemprov Jatim belum ada tanda-tanda yang menunjukkan sesuai harapan. Sebab kalau dilihat dari faktual penyerapan anggaran juga belum mencapai 40%.
Bahkan realisasi dari program sinergitas pokok pikiran (pokir) DPRD Jatim juga tidak ada yang terealisasi sehingga menjadi penyerapan rendah. “Sampai sekarang (sinergitas) belum ada yang teralisasi. Contohnya di OPD Pekerjaan Umum mitra Komisi D belum ada tanda tangan masuk NPHD apalagi pencairan. Yang ada masih proses survey dan administrasi,” ungkapnya.
Berangkat dari fakta-fakta ini, Cak Dedi mendesak agar Gubernur Jatim segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pelaksana agar mampu melakukan akselerasi (percepatan). “Kinerja OPD ini perlu dievaluasi, seringkali saat rapat hearing dengan mereka, selalu mengatakan segera ditindaklanjuti tapi pelaksanaan zonk lagi,” keluh politikus asal Surabaya.
Sinergitas eksekutif dan legislatif yang belum berjalan lancar, lanjut Cak Dedi juga menjadi bukti Pj Gubernur Jatim bekerja yang terbaik untuk masyarakat Jatim belum berjalan dengan baik. Khususnya di tingkat pelaksanaan berjalan belum sesuai harapan.
Ia mencontohkan, program hibah pokmas ke Bantuan Keuangan (BK) Desa. Dimana untuk program itu sampai saat ini hanya sekitar beberapa persen masuk tahap survey. tapi belum ada tindaklanjut.
“Jadi kalau satu saja terkait program BK desa ini tidak beres, berarti yang lain juga belum berjalan maksimal. Saya yakin target penyerapan terancam gagal total,” tegas Hadi Dediansyah.
Imbas dari lambannya kinerja OPD-OPD ini, lanjut Cak Dedi, tidak hanya membuat hubungan eksekutif dan legislatif menjadi kurang baik. Hal ini juga akan berdampak ke masyarakat langsung. Mengingat, program pokir ini berasal dari aspirasi masyarakat yang diperjuangkan DPRD Jatim dan direalisasikan eksekutif. “DPRD kerap kali dituduh tukang hoax. karena tidak memperjuangkan aspirasi dari masyarakat. Padahal faktanya jsutru di eksekutif yang bermasalah,” dalih Cak Dedi.
Ia berharap, cara seperti ini harus segera dicarikan solusi terbaiknya. Perlu membangun sinergitas yang baik sehingga ke depan eksekutif atau OPD itu ada batasan ukuran kerjanya. “Korbannya pasti wakil rakyat. Kalau kita sudah sepakat program dan sudah masuk ke Perda, harus segera direalisasikan. Kalau tidak direalisasikan malah ini suatu tanda tanya besar, berarti kerja eksekutif tidak berhasil. silakan saja dicek di lapangan,” pungkasnya.
Sementara itu, Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono menyampaikan sudah memperhatikan persoalan penyerapan anggaran yang masih sekitar 36% ini. Dalam loncatan di triwulan kedua sangat besar. memang triwulan masih dalam tahap perencanaan.
Dana bantuan tidak serta merta bisa realisasikan karena perlu rekonsiliasi data dan verifikasi di lapangan terlebih dulu. Bantuan, baik berupa hibah maupun program yang ada itu targetnya benar dan bermanfaat untuk masyarakat. “Dana hibah sudah 70% sudah NPHD dan masuk SK, kami targetkan bulan Juli ini penyerapan akan naik signifikant,” beber Pj Gubernur Adhy Karyono.
Angka penyerapan 36 persen sampai Juni 2024 ini, lanjut Adhy Karyono sebenarnya sudah cukup tinggi dibanding penyerapan provinsi lain secara nasional. “Karena rata-rata nasional pennyerapan anggaran masih 29%. Apa yang menjadi hak rakyat itu yang kami utamakan. Nanti segera kita cek lagi (di OPD-OPD),” pungkasnya. (caa)