Kondisi 273 Bangunan Cagar Budaya Memprihatinkan

oleh -87 Dilihat
oleh

Surabaya, cakrawalanews.co – Kondisi bangunan cagar budaya yang ada di Surabaya rupanya sangat memprihatinkan betapa tidak sekitar 273 bangunan cagar budaya rupanya tidak semua kondisinya dalam keadaan baik.

Hal tersebut diakui oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Wiwik Widayati, dalam dengar pendapat di Komisi D DPRD Surabaya Senin (6/6).

Menurutnya, tak seluruh kondisi bangunan yang ada tersebut dalam kondisi baik. Pasalnya, dari sebanyak 273 bangunan cagar budaya yang ada, sebagian dimiliki oleh masyarakat.

“Yayasan memiliki 38 unit, pemerintah kota/provinsi 74, BUMN 27 unit, swasta 67 unit dan perseorangan 64,” sebutnya

Wiwik menerangkan, langkah pemerintah kota dalam menjaga kelestarian bangunan, situas dan kawasan  cagar buaya, diantaranya dengan memberi keringanan pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 50 persen, kemudian melakukan pengecatan, hingga perbaikan secara fisik yang dilakukan oleh Dinas Cipta Karya dan Bangunan (DCKTR) di kawasan Surabaya Utara

“Seperti di kawasan Ampel distu ada intervensi dari DCKTR, kemudian di sekitar Rajawali yang dibangun pedestrian,” paparnya.

Ia mengaku, pelestarian bangunan dan situs cagar budaya berdasarkan pada Perda 10 Tahun 2010 dan Perwali 31 tahun 2012.

Wiwik mengatakan, tak semua dari bangunan cagar buadyta yang ada, setelah ditetapkan tak ada optimalisasi pemanfaatan. Ia mencontohkan, di beberapa bangunan cagar budaya, seperti gedung House of Sampoerna, gedung Cak Durasim, PTPN, Rumah HOS Cokroaminoto dan WS Supratman, justru telah digunakan sebagai destinasi wisata.

“ Bangunan- bangunan itu secara ekonomis telah digunakan untuk tempat wisata,” katanya

Namun, ia mengakui untuk optimalisasinya masih membutuhkan langkah revitalisasi, seperti pembangunan area parkir dan pembenahan bangunan.

Menanggapi pernyataan Kadisbudpar, Ketua Komisi D, Agustin berharap banguann dan situas cagar budaya di Kota Pahlawan ini tak semakin menyusut.

Pasalnya, ada beberapa bangunan yang beralih kepemilikannnya ke pihak swasta, dan bahkan sebagian telah dibongkar seperti bekas radio perjungan Bung Tomo.

“Saya harap sebelum terlambat, kita melakukan evaluais bersama soal pelestrian ini,” tegasnya

Agustin menegaskan, pembenahan yang dilakukan pemerintah kota saat ini hanya nampak  di beberapa kawasan saja, diantaranya di sekitar Jalan Tunjungan. Padahal, masih cukup banyak bangunan dan kawasan yang masuk cagar budaya.

“Seperti di gemblongan, jalan Pahlawan samai Jembatan merah kan banyak kampung kuno,” ujarya

Sementara, Reny astuti, justru mengatakan, bahwa selama ini pemertintah kota belum serius dalam melestarikan bangunan cagar budaya. Terbukti, selama 7 tahun ini, persoalan yang muncul terkait cagar budaya, adalah hilangnya banguan bersejarah tersebut.

“Hal itu cukup disayangan, karena bangunan itu menjadi destinasi sejarah dan pendidikan bagi anak-anak kita. Harusnya ada penguatan,” paparnya

Untuk menunjukkan kepedulian pemerintah kota terhadap bangunan cagar budaya, ia menyarankan, Pemkot Surabaya membuat Perwali tentang pelestriannya. Dalam aturan itu, tidak saja merinci jumlahnya, komposisinya, namun juga mana saj yang harus diselematkan.

Sedangkan, Anggota Tim 11 Von Faber Cagar budaya yang juga ikut hadir dalam dengar pendapat tersebut, Eddy Samson mengatakan, hilangnya beberapa bangunan dan situas cagar budaya di Surabaya, karena minimnya pengawasan yang dilakukan pemerintah kota.

“Memang tragis, banyak bangunan bersejarah kurang mendapat perhatian,” keluhnya

Ia meminta mereka yang terlibat dalam pembongkaran bangunan bersejarah, seperti di bangunan bekas radio perjungan Bung Tomo harus diberi sanksi yang tegas. Hal itu dilakukan, agar bangunan maupun situs bersejarah tak semakin berkurang. Pasalnya sebagian diantaranya dimiliki pihak lain.

Beberapa bangunan atau gedung bersejarah yang sebelumnya tercatat sebagai aset pemerintah kota, namun seiring waktu berpindah tangan ke pihak swasta, diantaranya, Kolam renang Brantas, Lapangan Tenis Pores, Toko Nam.(mnhdi/cn03)