Menristek Dikti Bentuk Satgas Ijazah Palsu

oleh -88 Dilihat
oleh
menristek muhammad nasir

Surabaya, cakrawalanews.co

Maraknya kasus soal ijazah palsu dan Perguruan Tinggi Bermasalah belakangan ini, membuat Menteri Riset Teknologi Dan Perguruan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir mengambil langkah strategis.

Menristek Dikti saat ini tengah membentuk satuan tugas (satgas) ijazah palsu yang bertugas menginvestigasi perguruan tinggi dan universitas di seluruh Indonesia yang dinilai terdapat kejanggalan soal penerbitan ijazah.

Bahkan, pihaknya mengaku bahwa untuk satgas tersebut tidak bekerja sendirian, satgas yang tengah dibentuk tersebut menggandeng beberapa institusi yakni kejaksaan, kepolisian dan Kemenpan RB.

“Saya tidak akan memberikan toleransi terhadap perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah palsu. Bahkan akan saya tutup dan mencabut izin perguruan tinggi yang kedapatan menjajakan ijazah palsu,” ‎ungkap Muhammad Nasir saat melakukan kunjugan ke Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) kemarin  (Jumat 11/9).

Selain itu, selain sebagai langkah tegasnya Kemeristek telah memberi sanksi pembekuan pada empat kampus di Jawa Timur. Keempat kampus tersebut terbukti menyalahi prosedur penyelenggaraan Perguruan Tinggi (PT).

‎Mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang tersebut mengungkapkan bahwa keempat kampus itu diantaranya Universitas Nusantara PGRI Kediri, Universitas Ronggolawe Tuban, IKIP PGRI Jember dan IKIP Budi Utomo Malang.

“Setelah dibekukan, secara perlahan sistemnya dirombak. Kalau terjadi jual ijazah palsu langsung ditutup. Tapi, kalau masalahnya ada pada rektornya, maka diberhentikan. Seperti di Tuban dan Kediri telah diberhentikan rektornya,” tutur Nasir.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur (Jatim), Soekarwo, mengatakan idealnya Kemenristek Dikti memberikan waktu bagi kampus yang bermasalah untuk melengkapi semua kekurangan. Penutupan kampus di daerah secara tiba-tiba, justru memunculkan dampak negatif yang besar khususnya bagi mahasiswa dan masyarakat secara umum.

“Perlu juga dipikirkan untuk memberi bantuan karena ini sifatnya pendidikan maka ada unsur pembinaan. Kalau langsung ditutup kasihan, karena di sana ada mahasiswanya, ada dosennya, dan ada pegawainya,” kata Pakde Karwo.

Ia menambahkan pimpinan perguruan tinggi yang diberi sanksi harus secepatnya berbenah dan melengkapi semua yang dinilai kurang tepat. ”Yang saya tawarkan ini model solusi, bukan peraturan. Jadi berapa lama yang dibutuhkan untuk pembenahan, itu terserah dari kementerian. Yang jelas jangan sampai kemudian hal ini dianggap sebagai hukuman. Misalnya diberi waktu satu tahun,” pungkasnya. (inf/mnhdi)