Surabaya, cakrawalanews.co – Kalangan dewan berencana menggunakan hak angket untuk menyelesaikan sengketa lahan di Gubeng Pojok nomor 48-50 yang ditempati Grand City.
Hak angket akan digunakan ketika masalah lahan ini tidak ada penyelesaian. Sebab, ahli waris lahan seluas sekitar lima hektar itu sudah berjuang untuk mendapatkan haknya selama 12 tahun.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya Baktiono mengungkapkan, hak angket sebagai usaha dewan mencari titik temu antara ahli waris dengan pihak-pihak yang terlibat.
Terutama mencari tahu dalam proses pelepasan tanah dari Departemen Pertahanan dan Keamanan ke PT Singo Barong Kencana sampai lahan tersebut dimiliki oleh PT Hardaya Widia Graha selaku pemilik Grand City.
Meski begitu, Politisi PDI Perjuangan ini meminta agar masalah sengketa bisa diselesaikan dengan jalan mediasi atau musyawarah. Melalui jalur hukum akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Kalau penyelesaiannya lewat hukum, prosesnya sangat lama, bisa saja ndak selesai-selesai,” katanya saat hearing, Selasa (25/10).
Perwakilan PT Singo Barong Kencana Heri Siswanto menceritakan, pihaknya memiliki tanah di Gubeng Pojok nomor 48-50 sejak 1989. Saat itu tanah dimiliki oleh Departemen Pertahanan dan Kemanan. Tanah itu dimiliki oleh PT Singo Barong melalui ruislag atau tukar guling.
“Pada saat itu departemen pertahanan dan kemanan ini memiliki sertifikat hak pakai,” ujarnya.
Namun, pada tahun itu terjadi krisis, tanah tersebut dijaminkan ke bank. Dalam perkembanganya, tanah itu kemudian dilelang oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dan pemenang lelangnya adalah PT Hardaya Widia Graha.
Pernyataan Heri dibenarkan oleh Lani, notaris yang bertugas saat itu. Menurutnya, PT Hardaya Widia Graha memiliki tanah dari proses lelang BPPN. Lani membukukan surat-surat kepemilikan pada tahun 2001.
“Saya tidak tahu apa-apa soal ada sengketa sepert ini, karena saya sudah pensiun sejak 2012. Kalau aset yang di gubeng pojok nomor 48-50 itu saat buat pada 2001, Grand City membelinya dari BPPN,” terangnya.
Kasi Pengukuran BPN Surabaya Ardi mengatakan, dari hasil gelar perkara disimpulkan bahwa lahan di gubeng pojok tidak ada masalah. Penerbitan hak guna pakai yang dipegang oleh PT Hardaya Widia Graha sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Tanah tersebut milik Grand City, jadi mengenai status tanah itu di BPN sudah selesai,” terangnya.
Ahli waris tanah Gubeng Pojok 48-50 Nuraini menyangkal keterangan diatas. Menurutnya, sejak 1994 tanah asetnya sudah atas nama Hartati Murdaya (Bos PT Hardaya Widia Graha). Nuraini menyangka, kuat dugaan tanah warisan orang tuanya sengaja diambil alih untuk dikuasai Grand City.
Nuraini mengaku sudah berjuang untuk mendapatkan haknya selam 12 tahun. Jalur hukum sudah ditempuh. Tiga kali sidang di pengadilan negeri tidak diteruskan karena pihak Grand City tidak datang. Laporan ke kepolisian juga tidak ditanggapi dengan serius.
“Memang sempat diundang di kepolisian, tapi undangannya sempeknya telat,” jelasnya.
Kuasa hukum Grand City Peter Talawai mengaku siap mengembalikan aset tanah yang ditempati Grand City jika pihak ahli waris menang di pengadilan. Namun, Peter memastikan, proses kepemilikan tanah tersebut sudah melalui prosedur hukum. Pihaknya membeli dari BPPN.
“Setelah membeli, proses selanjutnya adalah sertifikasi. Dan itu bukan tiba-tiba, dari egendom ke sertifikat, sebelumnya sudah ada sertifikat dari PT Singo Barong yang dijaminkan ke BPPN,” tandasnya.(mnhdi/cn03)