Surabaya, cakrawalanews.co – Lantaran dianggap kurang memperhatikan Perda 8 tahun 2014 dan Perwali Kota Surabaya nomor 18 tahun 2014 serta Perwali nomor 18 tahun 2015 tentang penataan pasar dan toko swalayan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Surabaya mendapat rapor merah atas kinerjanya.
Hal tersebut diutarakan oleh Rio Patti Selanno anggota Komisi B DPRD Surabaya, yang menilai bahwa Disperindagin tidak konsisten menjalankan Perda dan Perwali tersebut, saat rapat dengar pendapat tentang pasar dan swalayan diruang rapat komisi B, DPRD kota Surabaya, Selasa (20/12).
“Artinya bisa kita menilai kinerja teman-teman di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Disperindag kurang baik alias raport merah buat mereka,” tukasnya.
Politisi asal partai Gerindra ini menilai bahwa kinerja buruk dari Disperindag ini lantaran masih ada sejumlah penertiban terkait dengan zona jarak pasar modern dilanggar dan diterbitkan perijinannya oleh mereka.
“ Masak sudah satu tahun itu perdanya diberlakukan. Tapi sampai sekarang malah bertumbuh pasar modern hampir dipelosok-pelosok kota ini. Dan proses perijinannya pun yang dikeluarkan berbenturan dengan Perda 8/2014 dan Perwali 18/2015,” paparnya.
Ia juga mengatakan, kalau Disperindag tidak segera menertibkan permasalahan ini, jelas kedepannya tidak ada ruang peluang bagi pasar tradisional.
“Artinya, secara tidak langsung pasar-pasar tradisional akan dimusnahkan”, ungkap Rio.
Tidak hanya itu kata Rio, penegakan Perda pasar tradisional pun Disperindagin terkesan lambat dan mengabaikan perda dan perwali yang telah ditetapkan.
“Saya rasa waktu satu tahun perda dan perwali itu digulirkan. Disperindagin harusnya sudah melakukan upaya penertiban. Jangan terkesan pembiaran terhadap penegakan Perda dan Perwali itu,” tukasnya.
Sementara itu, Kasi Perdagangan Dalam Negeri Disperdagin Surabaya, Soeltoni mengatakan, sekitar 361dari 700 telah diterbitkan Izin Usaha Toko Swalayan (IUTS), Sedang yang lainnya masih dalam proses,papar Soeltoni.
“Sementara bagi pelanggaran Perda itu tentunya melalui beberapa tingkatan sanksi. Seperti SP1 sampai SP3, kalau juga tidak mengindahkan sanksi penutupan akan dikelurakan,”terangnya.
Cuman terkait masalah jarak dengan pasar tradisional akan tetap menjadi perhatian kita. Yang jelas Disperindagin tetap mengacu pada Perda dan Perwali serta peraturan menteri perdagangan RI, urainya.
Namun lanjut Soeltoni, sampai saat ini belum ada penutupan terhadap. Karena menurutnya, penerbitan IUTS itu harus melalui kajian Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat untuk mendapatkan izin prinsip, tandasnya.
“Selama ini sudah beberapa bantip yang dikeluarkan, namun sanksi berikutnya masa berlakunya 30 hari sejak penertipan itu,” pungkas Soeltoni.(hdi/cn03)