KPAI: Anak Rentan Sebagai Penyebar Berita Hoax

oleh -119 Dilihat
Ilustrasi
Ilustrasi

Jakarta, cakrawalanews.co – Pengguna internet di Indonesia tahun 2017, mencapai 143, 26 juta jiwa atau setara dengan 54.68 persen dari total penduduk Indonesia.

Jumlah tersebut bukan hanya usia dewasa namun termasuk usia anak. Pengguna dengan rentang usia 13 – 18 tahun yakni 75.50 persen. Jumlah tersebut tentu cukup besar.

Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto, seiring dengan dinamisme teknologi dan informasi, saat ini peredaran berita hoax menjadi tantangan serius.

Fatalnya, pelaku bukan hanya orang tak berpendidikan tetapi juga berpendikan tinggi. “Beberapa kasus terjadi diantaranya; oknum guru SMA di Jabar, ditangkap karena sebarkan berita hoax, (Maret 2018). Selanjutnya, W diamankan Polisi karena menyebarkan berita hoax adanya ustaz di bogor, dibacok,” kata Susanto, seperti dilansir dari berita jatim, Senin (1/10/2018).

Kasus lain, lanjut Susanto, oknum guru di Banten juga diproses hukum karena menyebar hoax soal PKI, bahkan juga ada oknum dosen di Jogya ditangkap polisi diduga ikut menyebar berita hoax. (Feb 2018). Kasus tersebut merupakan bagian kecil dari catatan kelam dunia maya yang perlu mendapatkan atensi semua pihak.

“Tampaknya, pelaku penyebaran berita hoax juga menyasar oknum berprofesi sebagai pendidik. Hal ini tentu sebuah ironi,” ujar pria kelahiran Pacitan Jawa Timur ini.

Susato menambahkan, ditengah percaturan politik negeri, hoax juga rentan menjadi konsumsi publik. Anak rentan menjadi korban dari berita hoax dan rentan menjadi sasaran dilibatkan untuk menyebar berita hoax.

Pelibatan anak dalam menyebarkan berita hoax merupakan pelanggaran dan bentuk kejahatan. Negara harus hadir melindungi anak dari pelibatan kejahatan hoax ini. “Apapun bentuk hoax dan apapun motifnya tetap merupakan kejahatan,” ujarnya.

Susanto menilai, berkaca dari kasus oknum guru juga menjadi pelaku penyebaran berita hoax, tentu harus mendapatkan perhatian serius. Jika tidak, bagaimana nasib peserta didik. Tentu rentan terdampak.

Apalagi guru merupakan urat nadi pendidikan. Mengingat rentannya anak sebagai korban sekaligus dilibatkan sebagai penyebar berita hoax di tahun politik, maka orangtua harus kokoh melindungi anak, politisi harus menebarkan pendidikan politik yang berkarakter bagi publik agar anak tidak terdampak, guru juga harus memiliki literasi yang kuat agar mampu memastikan peserta didik aman.

“Masyarakat juga tak boleh abai dari peredaran berita hoax. Cek sumber dan kebenaran berita, merupakan langkah aman,” tegas Susanto. (rur)