Surabaya, Cakrawalanews.co – Guna meningkatkan pengawasan bagi orang asing, Kantor Wilayah Hukum dan HAM (Kanwilkumham) Jatim kini tengah menyiapkan pembentukan Tim Pengawasan Orang Asing (Pora).
Kepala Kanwilkumham Jatim, Susy Susilawati mengatakan, pembentukan Tim Pora masih dalam tahap koordinasi dan diperkirakan pada Oktober 2017 mendatang bisa segera diresmikan.
“Terbentuknya Tim Pora ini dimaksudkan agar tercipta hubungan dan koordinasi yang harmonis antar instansi dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan orang asing dan upaya penanganannya. Ini untuk mencegah terjadinya kasus-kasus keimigrasian seperti di masa lalu, diperlukan koordinasi antar instansi yang merupakan anggota, maupun yang dapat terlibat dalam pengawasan Tim Pora,” kata Susy, Senin (4/9).
Ia menegaskan, Tim Pora tidak hanya rapat-rapat di belakang meja saja, namun lebih pada Operasi Tim Gabungan dari instansi anggotanya. Diharapkan paling lama bulan Oktober terbentuk Tim Pora yang selanjutnya akan dikukuhkan oleh Gubernur Jawa Timur. Tim Pora ke depan harus selalu bekerja secara proporsional.
Susy juga mengharapkan secepatnya Perda Provinsi Jawa Timur tentang Pembetukan Tim Pora. “Di seluruh Indonesia, baru Provinsi Jawa Timur yang terbentuk Perda tersebut dan agar dapat segera disosialisasikan,” tuturnya.
Menurutnya, pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing sangat diperlukan. Hal itu guna mengantisipasi hal-hal yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara serta merupakan wujud upaya penegakan hukum.
Terlebih, kebijakan pemerintah yang membebaskan visa bagi 169 negara ke Indonesia, kemudahan Penanaman Modal Asing, dan kepemilikan aset di Indonesia. Ia memisalkan, seperti di Kota Surabaya, dimana banyak orang asing masuk sektor industri. Di Kota Kediri, orang asing dapat menimba ilmu untuk belajar di pondok pesantren.
Ia menyebutkan, di tahun 2017 masalah terkait orang asing berjumlah 49 kasus. Atas kasus itu, pihaknya memberlakukan sanksi juga sebanyak 49 deportasi kepada orang asing yang terlibat masalah keimigrasian tersebut.
Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada orang asing, kata Susy, bukan hanya untuk mereka yang berhak tapi juga dapat muncul tindak kejahatan dan kasus keimigrasian. Di antaranya kasus cyber crime, pencari suaka dan pengungsi, kawin campur dengan dokumen palsu, penyalahgunaan izin tinggal, aliran agama yang tidak sesuai, pemalsuan dokumen, hunian orang asing, overstay (melebihi batas waktu tinggal), tidak menaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, hingga domisili fiktif. (CN01)