Surabaya, cakrawalanews.co – Untuk bisa berhasil dalam memberikan dan pelaksanakan pelayanan publik kepada masyarakat. Maka pemerintah Jawa Timur harus menggunakan konsep legaliter yang kental ( Kultural).
Yakni konsep yang selalu mengajak bicara kepada masyarakat yang akan menjadi eksekutor atau yang akan diberi pelayanan.
Pernyataan tersebut disampaikannya saat menerima Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi, Prof. Diah Natasya di Ruang Kerja Gubernur Jatim Jl. Pahlawan 110 Surabaya (27/1).
Kunjungan ke Jatim ini ingin mendapat masukan dan saran dari Pemprov. Jatim berkaitan akan dibukanya Dua HAP lagi tentang pelayanan publik nanti sekitar bulan Pebruari atau Maret 2017.
Mengapa Deputi Pelayanan Publik Kemenpan RB memilih Jatim yang dijadikan rujukan.
Karena selama ini, Jawa Timur selalu memperoleh penghargaan tentang inovasi peningkatan dalam memberikan pelayanan publik. Dan Prov. Jatim, terus dijadikan pilot project tentang inovasi pelayanan publik di Indonesia.
“ Untuk itulah, kami datang ke Jatim dengan harapan kedatangan kami ini akan mendapat masukan, pengarahan serta inovasi-inovasi baru serta trik-trik apa saja yang telah dilakukan Pemprov. Jatim guna peningkatanan pelayanan publik di daerahnya ” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut Gubernur mengatakan, triknya adalah konsep cultural itu sangat penting karena kebijakan yang dikeluarkan/diputuskan pemerintah berkaitan langsung dengan masyarakat yang akan dilayani. Untuk itu, sebelum memutuskan, pemerintah harus tahu apa yang masyarakat inginkan.
Sebagai contoh, dalam memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Pertama, harus tahu Puskesmas itu dimana, di desa atau di kota.
Kalau di desa, maka pelayanannya harus dirubah yaitu yang tadinya dilakukan pada pagi hari, dirubah menjadi sore hingga malam hari.
Karena masyarakat pedesaan itu, rata-rata masyarakatnya adalah petani, maka kebijakan yang dikeluarkan/diambilpun harus mengikuti kebutuhan masyarakat setempat.
Yakni Puskesmas yang biasa buka pada pagi hari dirubah menjadi sore sampai malam hari.
Sehingga, masyarakat yang ada di desa bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang menjadi hak mereka, sekaligus mereka juga tetap memperoleh penghasilan sebagai pemenuhan nafkah keluarga.
“ Jadi, itulah yang namanya pelayanan publik yang seharusnya diberikan oleh pemerintah sekaligus menjadi hak masyarakat dalam segala urusan. Sebetulnya itulah yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Provinsi bersama-sama stakeholder,” jelasnya.
Begitu juga dengan kebijakan untuk masyarakat pesisir, yang notabene adalah masyarakat nelayan. Otomatis kebijakan yang diambil/ dikeluarkan pemerintah berbeda dengan kebijakan untuk masyarakat pedesaan yang notabene adalah petani.
“ Jadi, selama ini Pemprov. Jatim selalu mengajak bicara masyarakat untuk memutuskan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pelayanan publik. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak memberatkan masyarakat karena sesuai dengan keinginan mereka,” tegasnya.
Untuk meningkatkan pelayanan publik di Jatim ( Pemprov. Jatim), dalam segala urusan itu sudah ada kepastian.
Selesainya kapan, biayanya berapa itu semua sudah pasti. Karena semuanya sudah bisa diselesaikan dalam satu atap.
Tapi, masih ada kendala lagi untuk urusan ijin BPM (investasi), karena belum semua urusan bisa diselesaikan di Jatim melainkan harus ke pusat dulu.
Itulah yang menjadi kendala bagi pengurusan ijin investasi, karena Departemen Kemendag belum mau menyerahkan seratus persen ke daerah.
Sebelum meninggalkan tempat Deputi Pelayanan Publik Prof. Diah Natasya dengan didampingi Direktur Program Transformasi GIZ Germany, Doris Becker, berkenan menyerahkan buku tentang Tops 35 Inovasi Pelayanan Publik kepada Gubernur Jatim.(hms/cn01)