Gresik, cakrawalanews.co – Minimnya waktu membuat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Gresik membahas nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Gresik tahun 2018 secara maraton.
Ketua DPRD Gresik, Abdul Hamid merinci kekuatan RAPBD 2018 di kisaran Rp 2.877.270.963.500 yang bersumber dari beberapa sektor. Yaitu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 853.470.395.000, Dana Perimbangan sebesar Rp 1.481.124.568.500, dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah sekitar Rp 542.676.000 miliar.
“Sumber-sumber pendapatan tersebut kalau semua bisa tergali sesuai target, maka estimasi pendapatan daerah Rp 2,8 triliun bisa tercapai. Kalau tidak, maka bisa dipastikan kembali defisit,” katanya, Selasa (7/11/2017).
Untuk itu, lanjutnya, DPRD akan terus mendorong Pemkab untuk memaksimalkan kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
” Caranya dengan meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi PAD, meningkatkan koordinasi dalam rangka perolehan Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi. Kemudian, intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan daerah,” ujarnya.
Ia nenambahkan, khusus untuk intensifikasi difokuskan pada upaya peningkatan kualitas pelayanan pajak dan retribusi daerah, penyederhanaan birokrasi, peningkatan tertib administrasi, penegakan sanksi, peningkatan komunikasi dan informasi kepada masyarakat, peningkatan kualitas dan aksesbilitas pelayanan pajak, dan sebagainya.
“Sedangkan untuk ekstensifikasi, difokuskan pada upaya penyesuaian regulasi atas pemungutan retribusi daerah. Kemudian koordinasi dan konsultasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan terus dilakukan dalam rangka mencari solusi agar Dana Transfer dan Bagi Hasil Pajak yang diterima dapat diperoleh secara transparan, terukur, adil dan berpihak ke daerah,” tuturnya.
Di tambahkan Hamid, pihaknya juga menyinggung permasalahan utama yang dihadapi Pemkab Gresik di bidang pendapatan daerah. Di antaranya, belum optimalnya pemanfaatan aset Pemerintah Daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah, belum optimalnya pengelolaan Perusahaan Daerah, hingga tidak akuratnya besaran Dana Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam sesuai Permenkeu dan Pergub.
Selain itu, juga faktor terbatasnya kualitas sarana dan prasarana pelayanan pajak dan retribusi daerah. terutama dalam hal pemanfaatan teknologi informasi, keterbatasan keterampilan aparat dalam pengelolaan administrasi pendapatan daerah.
” Serta ketaatan masyarakat untuk membayar pajak tepat waktu juga masih rendah, sehingga berpotensi memperbesar tunggakan pajak,” tutupnya. (eno/hdi)