Surabaya, cakrawalanews.co – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah mengupayakan berbagai macam kanal agar warga kota Surabaya bisa dengan mudah mendapatkan pelayaan administrasi kependudukan (Adminduk). Bahkan , telah beragam pula inovasi-inovasi yang telah dicetuskan oleh Pemkot Surabaya untuk bisa menjangkau hak warga dalam mendapatkan layanan administrasi kependudukan.
Namun, gegap gempita semangat pelayanan tersebut nampaknya belum dapat dirasakan oleh anak-anak di panti asuhan yang secara adiministrasi belum pernah tercatat lantaran, mereka tak mengetahui keberadaan orang tua mereka.
Mereka harus menelan kenyataan bahwa hak-haknya sebagai seorang anak tak dapat mereka terima hanya karena tak memiliki catatan kependudukan yang sah dari pemerintah.
Bahkan, ironisnya lagi mereka tak mendapatkan haknya mendapatkan intervensi dari pemerintah kota lantaran tak tercatat dalam administrasi kependudukan warga Surabaya meski secara konstitusional telah mendapat perlindungan hak, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat (1) yang berbunyi “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Itulah gambaran nyata nasib yang kurang beruntung yang dialami oleh 6 anak yang kini menghuni panti asuhan Bilyatimi yang berada di kawasan Jl. Duku Kupang N0 42, Kelurahan Dukuh Kupang Kecamatan Dukuh Pakis Kota Surabaya.
Ke enam anak yang tak tahu keberadaan orang tuanya ini tak bisa mengakes intervensi dari pemerintah lantaran mereka tidak memiliki adminitrasi kependudukan.
Nur Fadilah pengasuh panti asuhan Bilyatimi mengatakan, ke enam anak tersebut merupakan anak-anak dari eks lokalisasi Dolly yang dikirim oleh beberapa tokoh masyarakat maupun para para PSK di eks lokalisasi Dolly.
“Karena kita merupakan rujukan dari Pondok Dolly, karena disana mengasuh yang besar-besar jadi untuk yang kecil mereka tidak mampu dan yang kecil-kecil ditaruh disini. Karena disini merupakan panti maka banyak tokoh-tokoh masyarakat maupun warga eks dolly yang menitipkan anak-anak tersebut kepada kami,” tutur Nur Fadilah saat menceritakan awal mula masuknya enam anak eks lokalisasi ini dipanti asuhan yang ia kelola sudah hampir 15 tahun itu.
Nur Fadilah pun menerangkan, mereka rata-rata berusia 6 tahun hingga 14 tahun. Namun ada juga yang masih berusia 11 bulan dan kesemuanya tidak memiliki orang tua. “ Mereka semua tak memiliki orang tua, ada satu yang menurut keterangan dari ibunya secara ekonomi tidak mampu, karena bapaknya menjalani hukuman penjara sehinggga ekonominya tidak berjalan dan saudaranya juga putus sekolah, jadi anak itu diserahkan kepada kami,” ungkap Nur Fadilah.
Namun, saat keenam anak ini diuruskan kelengkapan administrasi kepada pemerintah kota Surabaya mereka menemui jalan buntu hingga kini, ke enam anak terebut tak memiliki catatan administrasi kependudukan.
“Kita upayakan mulai dari RT- RW hingga ke kelurahan kemudian di kelurahan dilimpahkan ke Dinas Sosial, lalu dari Dinas Sosial kita dilimpahkan ke Polrestabes dan setelah dilakukan BAP dari Polrestabes dilimpahkan kembali ke Dinas sosial hingga saat ini belum ada perkembangan apa-apa,” ujarnya.
Nur Fadilah menyebut proses terebut sudah ia tunggu selama dua tahun lebih. “Kira-kira sudah dua tahunan,” cetusnya.
Oleh karena itu Nur Fadilah berharap, pemerintah memperhatikan walaupun tidak kebutuhannya tetapi paling tidak administrasi kependudukannya karena, hal tersebut sangat dibutuhkan oleh anak-anak tersebut.
“Ya saat ini administrasi untuk sekolah sangat membutuhkan adanya surat kependudukan tersebut. Untuk mengakses layanan kesehatan juga membutuhkan surat kependudukan. Kalau tidak ada surat itu mereka tidak bisa mendapatkan akses seperti KIS dan lain sebagainya. Selain itu, mereka juga tidak mendapatkan per makanan dari pemkot karena tak memiliki KK (kartu tanda keluarga) sebagai warga Surabaya,” harapnya.
Atas kondisi tersebut, Imam Syafi’i anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya mengatakan sesungguhnya setiap warga negara berhak mendapatkan administrasi kependudukan.
“Karena itu ketika saya mendapatkan kabar jika sebagian besar anak ini merupakan anak dari warga eks lokalisasi Dolly. Ini sangat mengherankan, karena ini Surabaya. Harusnya tidak boleh terjadi. Jika anak itu tidak memiliki NIK atau akte,” papar politisi Nasdem ini saat mengunjungi panti Asuhan Bilyatimi pada Selasa, (11/10/2022).
Imam menambahkan, jika anak-anak ini tak memiliki NIK maka mereka tidak akan bisa mengakses intervensi yang dilakukan oleh pemkot Surabaya seperti BPJS, pendidikan maupun per makanan karena bukan warga Surabaya.
“Kita memohon pemerintah kota bisa melakukan intervensi, karena berdasarkan cerita, anak-anak ini juga lahir di Surabaya. Artinya termasuk wong Suroboyo. APBD kita ini nanti bisa mengintervensi kebutuhan anak-anak ini dan panti asuhan ini apalagi anak-anak ini sudah usia sekolah jangan sampai kemudian, mereka yang tidak mempunyai atau tidak diketahui ibu bapaknya masa depannya juga tidak jelas. Mereka ini banyak yang cerdas, kan sayang nanti,”pungkasnya.