Surabaya, cakrawalanews.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim meminta petugas kepolisian untuk menindak tegas terhadap pemilik pabrik PCC di Surabaya. Ini setelah Mabes Polri melakukan penggerebekan rumah distribusi obat Paracetamol, Cafeine, and Carisoprodol (PCC) di Surabaya.
“Kepolisian harus segera menindaklanjuti penemuan itu, bahkan kalau perlu memeriksa lebih rinci lagi pelaku dan pengedar PCC, sehingga tidak ada lagi pengedaran obat PCC di Jatim maupun di Provinsi lainnya,” tegas Anggota Komisi E DPRD Jatim, Agatha Retnosari di DPRD jatim, Rabu (20/9).
Menurutnya, obat jenis PCC ini sudah ditarik dari peredaran dari apotik oleh pemerintah karena bisa membahayakan kesehatan. “Saya berharap masyarakat memperhatikan dan mematuhi peraturan tersebut, agar di Jatim tidak menimbulkan korban PCC,” ujarnya.
Pihaknya juga meminta kepada stakeholder seperti Dinkes, BNN, dan BPOM untuk terus melakukan gencar sosialisasi kepada masyarakat tentang jenis bahaya narkoba maupun obat yang dilarang. “Kalau saya berharap pemerintah tidak hanya sosialisasi PCC saja yang disosialiasikan, tapi edukasi tentang bahaya obat yang tidak layak minum maupun jenis narkoba baru yang dilarang beredar,” ujarnya.
Pihaknya juga meminta kepada pemerintah untuk memberdayakan fungsi Rukun Tetangga dan Rukun Warga atau RT/RW agar mengawasi peredaran narkoba di lingkungan permukiman. Bahkan, kalau perlu bekerjasama dengan organisasi atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti narkoba seperti Gerakan Rakyat Anti Narkoba (GRANAT), KA rena mereka punya jaringan sampai ke bawah, sehingga efektif dalam mengawasi dan membatasi peredaran narkoba. “Aparat pemerintah dan BNN sangat terbatas, perlu bersinergis dengan GRANAT . Merekalah yang punya anggota dan jaringan sampai ke bawah,” ujarnya
Anggota Komisi E DPRD Jatim, M Eksan mengatakan, sudah saatnya pemerintah dan aparat penegak hukum mengubah paradigma pemberantasan narkotika, psikotropika dan obat berbahaya (narkoba) lewat criminal approach (pendekatan criminal) dengan menghukum pengguna narkoba dengan hukum pidana. Pasalnya, metode tersebut tidak efektif menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba.
Eksan menilai Rehabilitasi Approach atau pendekatan secara rehabilitasi lebih tepat dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Dengan demikian, pengguna narkoba harus diposisikan sebagai korban, bukan pelaku. Karena itu, opsi rehabilitasi wajib dilakukan kepada pengguna narkoba.
“Fenomena pil PCC ini harus jadi momentum untuk merubah paradigm dari penghukuman ke pembinaan lewat rehabilitasi. Karena sejatinya pengguna itu adalah korban dari para Bandar yang mencari keuntungan lewat peredaran narkoba,” tegasnya.
Eksan juga berharap, pemerintah provinsi bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim mendirikan rumah sakit ketergantungan obat (RSKO) di Jawa Timur. Hal ini penting dalam rangka penanggulangan narkoba, mengingat Jatim adalah provinsi peringkat kedua tertinggi peredaran narkoba di Indonesia. Karena itu, perlu RSKO sebagai pusat rehabilitasi pengguna dan pecandu narkoba.
Menurut Eksan, kalaupun belum bisa mendirikan RSKO karena keterbatasan biaya. Pemprov bisa menyiasatinya dengan membentuk unit khusus rehabilitasi narkoba di rumah sakit umum milik pemprov Jatim. “Bisa juga pemerintah menggandeng pondok-pondok pesantren, karena ada sejumlah pesantren yang punya kemampuan dan metode untuk menyembuhkan pecandu narkoba,” imbuh Eksan.
Untuk diketahui, Tim Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Mabes Polri menggeledah rumah distribusi obat Paracetamol, Cafeine, and Carisoprodol (PCC) di Surabaya, Selasa (19/9) dini hari. Berdasarkan penjelasan Dir IV Tipid Narkoba Bareskrim Polri, Brigjend Pol Eko Daniyanto, penggeledahan ini merupakan pengembangan kasus dari penggerebekan pabrik PCC di Cimahi Jawa Barat (Senin, 18/9). (CN1)