Surabaya. Cakrawalanews.co – Ratusan tenaga medis dari berbagai ikatan profesi kesehatan mulai Perawat hingga Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Jawa Timur mendatangi dan wadul ke Gedung DPRD Jatim, Senin (28/11/2022). Mereka menyampaikan aspirasi penolakan pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law.
Kepada wakil rakyat yang langsung diterima oleh Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak, Anik Maslachah, mereka menyuarakan sejumlah kekhawatiran terkait RUU yang kabarnya telah masuk Program Legislasi Nasional atau Prolegnas DPR RI. Mereka kompak menyampaikan keberatan dalam audiensi di DPRD Jatim.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Jawa Timur (IDI Jatim) Dr dr Sutrisno SpOG(K) seusai pertemuan mengatakan, pihaknya sebagai organisasi profesi tidak dilibatkan dalam pembahasan naskah akademik terkait RUU tersebut.
Namun, justru pihaknya membaca dalam draft yang muncul di internet. “Dan isinya, pasal demi pasal kami analisis memang luar biasa penuh koreksi,” katanya yang hadir memakai pengikat kepala bernada penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Dia memberi contoh, misalnya terkait profesi yang dikesampingkan dalam draft tersebut. Padahal, lanjutnya, baik dokter, perawat dan seluruh nakes sangat penting untuk menjaga integritas dan etik. “Kalau seorang pelayan kesehatan tidak punya etik, sungguh berbahaya,” ujarnya.
Disisi lain, dia juga mengaku khawatir potensi mudah masuknya tenaga kesehatan asing. Belum lagi, konsentrasi peraturan itu sesuai draft yang beredar hampir mayoritas bakal terfokus pada Kementerian Kesehatan. “Tentu saja, menurut saya itu tidak mungkin Kemenkes bisa mengurus semua ini,” terangnya.
“Di Jawa Timur saja, 60 hingga 65 persen rumah sakit adalah swasta. Dari 20 ribu dokter di Jawa Timur saja yang pegawai negeri itu tidak sampai sepertiga. Artinya, peranan organisasi profesi sangat penting,” ucapnya.
Dia berharap lebih baik regulasi yang telah ada disempurnakan dengan baik sehingga tidak perlu membuat yang baru apalagi dinilai merugikan. Lebih lanjut dia berharap nantinya mereka dapat dilibatkan dalam penyusunan regulasi. “Kami titip (aspirasi) kepada DPRD Jatim untuk disampaikan ke tingkat pusat,”paparnnya ditemui di ruang rapat paripurna.
Kedatangan ratusan tenaga medis itu ditemui langsung oleh pimpinan DPRD Jatim dan sejumlah anggota. Diantaranya, Wakil Ketua Komisi E Hikmah Bafaqih dan dua orang anggota yakni Mathur Husyairi. Selain itu, turut hadir anggota DPRD Jatim lainnya, Freddy Poernomo, Ahmad Iwan Zunaih dan Muzammil Syafii.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak mengatakan secara otentik pihaknya memang belum menerima draft RUU tersebut. Sekalipun demikian, Sahat memastikan bakal meneruskan sejumlah aspirasi yang disampaikan nakes di Jawa Timur kepada pemerintah pusat maupun DPR RI.
“Dalam pertemuan ini, tentu tugas kami untuk menerima dan juga mendengarkan aspirasi dan menjadi tugas kami untuk meneruskan berkaitan dengan hal-hal yang menjadi kekhawatiran mereka,” kata Sahat.
Anggota DPRD Jatim, Muzamil Syafi’i mengaku para Nakes yang tergabung dalam IDI Jatim dan organisasi profesi kesehatan lainnya mendatangi dewan karena ingin memperjuangkan ekstensi organisasi profesinya karena draf RUU yang dia terima akan dihapus. Dalam RUU itu konsekuensinya adalah tidak adanya lembaga/organisasi yang mengawasi etik dokter.
Muzamil menjelaskan, pasal yang dianggap menciderai para nakes adalah adanya liberalisasi di RUU. Regulasi itu memperbolehkan rumah sakit memperkerjakan dokter asing di Indonesia tanpa adanya filter. Tak hanya itu saja, dalam draf itu kemungkinan diperbolehkan jual beli organ manusia.
“Maka mereka menolaknya. Kami dari DPRD mempunyai kewajiban menyalurkan aspirasi mereka. Fraksi NasDem akan memperjuangkan itu kalau memang betul apa yang mereka sampaikan,” ujar Muzamil usai menerima Nakes
Muzamil menyebut masuknya dokter asing akan menjadi kekhawatiran bersama karena bisa mengancam eksistensi para nakes dan menimbulkan pengangguran. Kalau tenaga kesehatan asing banyak masuk ke Indonesia rumah sakit tutup. “Maka perlu perlindungan di rumah sakit,” tuturnya.
Sementara adanya sanksi hukuman penjara bagi Nakes yang malpraktik, Muzamil menilai suatu hal yang wajar. Jika tidak, tidak ada kehati-hatian dari dokter saat melakukan tindakan medis. “Ada aturan yang menjelaskan kesalahan -kesalahan karena Dokter juga manusia. Cuma kalau kriminalisasi tidak boleh, asalkan sesuai protap. Kalau menyalahi protap wajar disanksi,” tegasnya.
Sementara Ketua F-NasDem DPRD Jatim, Suyatni Priasmoro menegaskan, fraksinya sangat mendukung aksi dan hal-hal yang diperjuangkan oleh IDI Jatim dan organisasi profesi kesehatan lainnya. Mereka berjuang penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law karena banyak kelemahan yang dapat merugikan Nakes Indonesia.
“Intinya kami setuju dan sepakat dengan IDI dan organisasi profesi lain di bidang kesehatan terus berkolaborasi dan bekerjasama memperjuangkan hal-hal yang bermanfaat untuk kemaslahatan nakes,” paparnya.
Suyatni berharap agar kerjasama tidak hanya menyangkut kepentingan organisasi profesi kesehatan saja. Tetapi diharapkan semakin terbuka dalam kerjasama untuk memperjuangkan hal-hal aspek-aspek lain yang menyangkut perlindungan kesehatan masyarakat pada umumnya. “Katakan ada draf RUU Kefarmasian ,dan RUU Pengawasan obat dan makanan,” ujarnya.
Suyatni menilai IDI dan organisasi profesi kesehatan lainnya perlu kerjasama dengan elemen lainnya DPRD, DPR RI untuk mengawal RUU Kefarmasian dan RUU Pengawasan obat dan makanan. Dengan begitu, prosesnya tidak dibajak oleh cukong yang hanya memikirkan bisnisnya saja yang bisa mengabaikan atau menciderai kepentingan prinsip dasar perlindungan kesehatan. “Kita harus kawal dan awasi untuk bekerja dengan kami. Kami akan meneruskan aspirasi ke banleg DPR RI melalui Wakil Ketua Banleg Willy Aditya dapil Madura,” tambahnya.
Suyatni mengungkapkan dirinya mendapat penjelasan dari Willy Aditya bahwa posisi RUU Kesehatan Omnibus Law masih berupa draf usulan DPR RI dan belum masuk Prolegnas. Kalau draf disahkan menjadi RUU dan masuk Prolegnas, maka akan dibahas oleh DPR dengan pemerintah bersama sama dengan elemen masyarakat. Termasuk IDI dan organisasi profesi lainnya di bidang kesehatan.
“Semua bisa memberi konsep, masukan materi muatan yang lebih penting untuk menghilangkan atau memperbaiki kelemahan kelemahan materi muatan yang menjadi perdebatan dan kontroversial,” pungkasnya.
Suyatni mengungkapkan bahwa sesungguhnya tahapan RUU menjadi undang-undang masih sangat jauh. Mulai dari pengesahan masuk Prolegnas, pembahasan yang menyebabkan perdebatan panjang, lalu dibawa ke paripurna DPR RI. “Bisa disahkan satu tahun, atau dua tahun bisa gak. Tahapannya masih panjang,” terangnya.
Suyatni menilai aspirasi yang disampaikan IDI menjadi pembelajaran bagi demokrasi. Jika dipandang tidak baik, konsep konsep yang dianggap tidak tepat, maka bisa disuarakan di parlemen. Baik ditingkat daerah maupun nasional. “Ini akan menjadi masukan yang sehat dan tidak ditempu dengan cara-cara kurang produktif,” terangnya.
Politisi asal dapil Magetan, Pacitan, Ngawi, Ponorogo itu membeberkan bahwa dalam draf memang ada muatan yang salah satunya yang dipandang ada unsur liberalisasi dalam rekrutmen tenaga dokter dan pengawasan tenaga dokter. Dimana rumah sakit yang butuh dokter asing diperbolehkan rekrutmen tanpa melibatkan IDI dan organisasi profesi kesehatan lainnya.