Surabaya, Cakrawalanews.co – Komisi B Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur meminta kepada pemerintah pusat agar memenuhi pasokan stok pupuk organik bagi petani di Jatim. Permintaan ini setelah komisi B DPRD Jatim menggelar pertemuan dengan petani Desa Pojokkulon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Jumat (17/1).
Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Amar Syaifudin mengatakan, untuk mengatasi kelangkaan pupuk akan dicarikan jalan keluar dengan mendatangi Kementerian Pertanian bersama Dinas Pertanian Jatim. Hal ini agar kebutuhan pupuk organic terpenuhi. “Kebutuhan pupuk 4,9 juta ton baru dipenuhi 1,3 juta ton sehingga masih jauh yang dibutuhkan,” tuturnya Amar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/1).
Sementara Anggota Komisi B DPRD Jatim, Subianto berjanji akan mendatangi kantor Kementerian Pertanian untuk meminta tambahan kuota karena pasokannya turun 50 persen lebih. “Jatim merupakan lumbung pertanian. Kalau dipotong 50 persen maka tidak bisa penyuplai pangan nasional,” tuturnya.
Solusi lainnya adalah mengambil jatah pupuk mulai November hingga Desember 2020. Mengingat saat ini merupakan musim tanam sehingga membutuhkan pupuk dalam jumlah banyak. Sementara untuk pengganti November-Desember bisa mengajukan pasokan. Jika jatah bulan mendatang tidak diambil, maka petani bisa resah karena pasokannya kurang.
“Pupuk dibreakdown setiap bulan. Sementara penggunaan pupuk tertentu. Seperti Bulan Januari- Februari tinggi-tingginya penggunaan pupuk. Maka Alokasi November- Desember 2020 ditarik dulu. Kalau tidak ditarik ke bawah akan menimbulkan keributan kekacauan,” ujarnya.
Disisi lain, pabrik juga harus menyediakan pupuk non subsidi. Jika pupuk organic habis, maka mau tidak mau petani harus beli non subsidi.
Ketua Gapungan Kelompok Petani (Gapoktan) Desa Pojokkulon Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang, Hudi mengatakan, Gapoktannya berdiri sejak tahun 4 Agustus 2007 dengan anggota 457 orang. Gapoktan ini terdiri dari 4 poktan. “Poktan disini selalu memakai nama desa, seperti Gapoktan Pojokkulon ini nama desa disini, “katanya.
Dia menjelaskan, untuk menjalankan produksi beras ini Gapoktan meminjam uang Rp 5 miliar tanpa agunan. Tiap bulannya ia harus membayar cicilan sebesar Rp 100 juta, dan membayar listrik bisa Rp 15 juta per bulan. Modal awal sebesar Rp 2 miliar untuk dapat memproduksi 10 ton beras per hektar. “Tapi kami tidak mampu membayar cicilan Rp 100 juta. Kami hanya mampu membayar Rp 20 juta per bulan,” ungkapnya.
Selama menjalankan usaha produksi beras, Hudi menceritakan harus jatuh bangun, karena sering tertipu orang. Mengingat beras yang telah dikirim, ada yang tidak dibayar. Maka sekarang setiap pengiriman harus langsung dibayar tunai.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulityo mengatakan, pasokan pupuk subsidi pada 2020 untuk Jatim turun 52 persen jika dibandingkan tahun 2019. Kali ini pasokan pupuk organik untuk Jatim hanya 48 persen yakni 1,3 juta ton. “Tahun ini pupuk subsidi hanya mendapat 1,3 juta ton. Padahal tahun lalu mendapat 4,9 juta ton. Artinya ada penurunan pasokan hingga 52 persen,” ujar Hadi saat mendampingi kunjungan kerja Komisi B DPRD Jatim, di Desa Pojokkulon, Kecamatan Kesamben.
Hadi menyebut turunnya pasokan ini karena APBN sedang defisit. Meski demikian, dia tetap meminta pemerintah pusat agar tetap menambah kuota pupuk subsidi.
Hal senada Kepala Dinas Pertanian Jombang, Priadi mengaku memang ada penurunan kuota pupuk dimana dari provinsi hanya mendapat jatah 48 persen dari kuota tahun lalu. Maka ada ketidakadilan, karena kuota nasional hanya turun 10,66 persen. Sementara provinsi lainnya naik diatas 100 persen jatahnya. “Kuota pupuk turun 51 persen, kabupaten turun 51%. Ternyata di luar Jawa kenaikannya diatas seratus persen. Ada ketidakadilan,”paparnya.
Menurutnya, jika kuota pupuk tidak ditambah dikhawatirkan adanya gerakan luar biasa dari petani, apakah mendatangi kantor Pemerintah Provinsi Jatim atau ke nasional. “Petani dan kami siap unjuk rasa, karena kurangnya pasokan,” tuturnya.
Selain pupuk, di Jombang juga permasalahan pertanian lainnya. Dimana setelah tanah pertanian diambil sampling untuk dilaboratorium, ternyata Ph (keasaman tanah) kurang dari 6. Kandungan organicnya hanya 1,7 sehingga kurang dari 3-5. “Ini jadi menggambarkan tanahnya tidak pernah dirawat, cuma diambil hasilnya pertaniannya saja,” paparnya.
Untuk mengembalikan pH, Dinas Pertanian Jombang meminta dukungan ke provinsi untuk membeli dolomit dalam jumlah besar. Dimana kebutuhan di Jombang 189 ton, sementara harga satu kilonya Rp 250 ribu. (Caa)