Oleh Ki Sengkek Suharno
Gerimis seketika melanda padahal cuaca sedang panas manakala Prabu Destarastra mengambil keputusan mengangkat Duryodana putranya sebagai penguasa Hastina Pura atas dorongan Sengkuni dan Resi Durna padahal semua orang tahu bahwa tahta kerajaan seharusnya milik Puntadewa dan para Pandawa.
Petruk yang sedari tadi mengintip dari balik pintu paseban kerajaan terperanjat kaget mendengar keputusan yang tidak adil itu segera berlari menghampiri Bagong yang sedang sibuk menghabiskan makanan di Dapur istana bersama Gareng yang juga lagi sibuk membungkus adep adep uuntuk dibawa pulang.
Meski sempat terjadi Keributan manakala Bima merasa tidak setuju dengan keputusan yang tidak adil tersebut dan berniat melakukan protes tapi berhasil ditenangkan oleh Puntadewa kakaknya yang menerima alas Wanamarta sebagai gantinya.
Sementara dibelakang Petruk yang sedari tadi marah dan geram merasa heran dan penasaran dengan sikap Bagong yang terlihat tenang dan tidak peduli dengan keputusan yang terjadi malahan tetap sibuk makan seolah tdk terjadi apa apa.
Bagong ternyata sudah tahu dan mengerti bahwa keputusan memberikan Tahta kepada Duryodana tersebut akan tetap terjadi karena memang ini semua ulah Sengkuni dan Durna yang sudah merencanakanya demi memperoleh jabatan dan kedudukan mereka sebagai Pembesar Hastina pura.
Sengkuni dan Durna tahu itu semua bukan hak merka tapi tidak akan rela melepaskan Jabatan sebagai Patih dan penasihat Kerajaan yg pasti akan diberikan kepada orang lain ketika Pandawa yang berkuasa dan merencanakan ini semua agar mereka tetap bisa berkuasa meski harus mengorbankan segalanya tanpa rasa malu.
Para Dewa di Kahyangan Suryalaya pun tahu dengan ketidakadilan yang menimpa Pandawa yang terjadi didepan mata mereka tapi mereka diam dan menganggap ini justru akan menjadi pekerjaan yang tidqk akan ada habisnya wat mereka agar tetap eksis sebagai tempat meminta keadilan dan pengampunan.
Budaya malu memang sudah menghilang dari Hastina pura sehingga dari oara Pembesar istana sampai Rakyatnya dengan terang terangan Melakukan Persengkongkolan demi memperoleh dan mempertahankan jabatan yang dimiliki dan dijanjikan tanpa peduli merugikan orang lain dan inilah nanti yang akan menjadi awal dari bencana yang akan menimpa Hastina pura.
Pendidikan tinggi yang diberikan lewat universitas Sokalima hanya mengajarkan ilmu keduniawian semata mengesampingkan pendidikan Agama moral dan budi pekerti sehingga mengikis budaya malu yang menyebabkan manusia lupa akan dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai cipta rasa dan karsa serta berbudaya.
Korupsi kolusi dan nepotisme akhirnya menjamur dan merebak keseluruh pelosok negeri dan menjadi budaya baru yang dilakukan secara terang terangan tanpa rasa malu yang tidsk hanya dilakukan oleh para pejabat dan yang berkeinginan menjadi pejabat dengan memberikan sogokan dan gratifikasi tapi juga dilakukan pula oleh rakyatnya yang justru menjadi produsen Koruptor dengan terang terangan minta amplop kepada calon pemimpinya.
Agama dan kebudayaan yang seharusnya menjadi rujukan dan panutan hanya menjadi Simbol tanpa makna yang tidak lagi menjadi tuntunan tapi bergeser menjadi tontonan semata sehingga tak ada lagi keseimbangan pada tata kosmos kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagong meneguk kopinya yang sudah hampir dingin yang terasa sangat pahit diujung lidahnya dan sambil tersenyum getir dia menyalakan sebatang rokok sembari duduk memandang kecut hiruk pikuk pesta diluar istana Hastina Pura, Plesta penghancuran budaya gumamnya.
Benarkah budaya malu sudah hilang dari bumi Indonesia….?
Betulkah rasa malu sudah lenyap dan sirna dari diri kita…. ?
Hanya anda sendiri yang bisa menjawabnya.
Penulis Ki Sengkek Suharno adalah
Dalang Wayang Kebangsaan
Wakil Ketua PC GP Ansor Kab. Tegal