Surabaya. Cakrawalanews.co – Sinergi antara kepala daerah dan DPRD dalam menjalankan roda pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota adalah sangat penting dan vital. Oleh karena itu segala kebijakan yang dibuat oleh eksekutif maupun legislatif perlu untuk diselaraskan agar tidak muncul interpretasi yang berbeda sehingga berujung merugikan kepentingan masyarakat.
Satu diantara kebijakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang mendapat tanggapan beragam dari kalangan DPRD Jatim adalah Pergub No.44 Tahun 2021 tentang Penatausahaan Bansos dan Hibah. Pasalnya, dalam Pergub yang baru dibuat awal Agustus itu masih ada beberapa hal yang kurang jelas sehingga dikhawatirkan timbul multiinterpretasi baik di kalangan anggota DPRD maupun OPD-OPD pelaksana Bansos dan Hibah di lingkungan Pemprov Jatim.
“Makanya Kamis (12/8) ini, kita undang Gubernur Jatim Khofifah untuk melakukan sosialisasi pada kita agar dalam pelaksanaan di lapangan tidak timbul kesalahpahaman akibat salah interpretasi membaca Pergub No.44 tahun 2021,” kata Ketua DPRD Jatim Kusnadi usai menggelar rapat pimpinan DPRD Jatim, Kamis (12/8/2021).
Politikus asal PDI Perjuangan itu memberikan contoh salah satu aturan dalam Pergub No.44 tahun 2021 yang perlu diperjelas maknanya. “Persyaratan pengajuan hibah itu antara Ormas dengan Pokmas kok sama. Padahal Pokmas dan Ormas itu dua hal yang berbeda,” dalih Kusnadi.
Menurut mantan dosen Untag Surabaya, Ormas itu ada yang berbadan hukum yang bersifat permanen dan struktural. Namun ada juga Ormas yang tak memiliki berbadan hukum karwna sifatnya sangat lokal. “Dalam pengajuan hibah dan Bansos kok persyaratannya sama? Ini yang perlu kita minta penjelasan pada Bu Gubernur. Makanya kami minta tidak diwakilkan karena begitu urgentnya agar ada kesatuan bahasa dan pemahaman,” ungkap Kusnadi.
Di sisi lain, dalam pengajuan Bansos dan Hibah ke Pemprov Jatim di beberapa daerah juga ada yang mewajibkan rekomendasi dari OPD Pemprov Jatim selaku pelaksana. “Jadi Pergub ini juga perlu disosialisasikan ke OPD pelaksana dan Kabupaten/Kota di Jatim maupun seluruh Indonesia,” terang ketua DPD PDI Perjuangan Jatim.
Selain itu, ada beberapa daerah di Jatim seperti Kota Surabaya saat dipimpin Bu Risma yang menolak Hibah dan Bansos dari Provinsi Jatim lantaran sudah mampu mandiri, sehingga camat juga tidak mau memberikan rekomendasi pada Pokmas maupun Ormas di Surabaya yang mau mengajukan Hibah dan Bansos.
“Kita menghormati kebijakan suatu daerah, namun kepentingan masyarakat bisa diakomodir harus tetap menjadi prinsip dalam pemberian Hibah dan Bansos, sehingga perlu ada solusi,” harcp Kusnadi.
Persoalan lain menyangkut Hibah dan Bansos, lanjut Kusnadi adalah menyangkut transparansi anggaran yang ada di OPD-OPD pelaksana. Mengingat banyak yang berdalih sudah tidak ada alias kosong akibat refocusing untuk penanganan Covid-19. “Kita juga tak ingin apa yang sudah terprogram di OPD-OPD gagal terealisasi. Sebab masyarakat juga sangat berharap segera terwujud supaya bisa menikmati hasil pembangunan,” tegasnya.
Meskipun tak terealisasi tahun ini apa yang sudah terprogram itu, paling tidak ada progres karena APBD tahun berjalan itu tak harus dihabiskan tahun ini juga. Misal melakukan Fisibility Study, survei lapangan atau tahapan-tahapan lainnya biar masyarakat tidak cemas.
“Konstituen kita juga banyak yang bertanya, jangan sampai jawaban yang kami berikan berbeda dengan eksekutif, sehingga masyarakat menjadi binggung karena tidak ada kesamaan pandangan,” pungkas Kusnadi. (Caa).