Cakrawalanews.co – Kratom (Mitragyna speciosa), tanaman herbal yang populer di Asia Tenggara, kini terjerat dalam pusaran regulasi yang berbeda di berbagai negara. Di Indonesia, kratom tidak dikategorikan sebagai narkotika, psikotropika, ataupun obat-obatan terlarang.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2019 tentang Bahan Obat Nabati Terstandar mengatur peredaran dan penggunaannya. Namun, di Amerika Serikat, kratom diklasifikasikan sebagai zat terkendali Jadwal I, setara dengan heroin dan kokain. Hal ini berarti kratom dianggap memiliki potensi penyalahgunaan tinggi dan tidak memiliki manfaat medis yang saat ini diterima dalam pengobatan di Amerika Serikat.
Perbedaan regulasi ini menimbulkan beberapa pertanyaan:
Bagaimana cara memastikan penggunaan kratom yang aman dan bertanggung jawab?
Apakah penelitian ilmiah yang cukup untuk menentukan status hukum kratom?
Bagaimana harmonisasi regulasi kratom di tingkat global dapat dilakukan?
Di Indonesia:
Meskipun kratom legal di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang peredarannya dalam bentuk daun segar dan serbuk. BPOM merekomendasikan kratom diolah menjadi produk herbal terstandar, seperti kapsul dan tablet, untuk memastikan kualitas dan keamanannya.
Di Amerika Serikat:
Klasifikasi kratom sebagai zat terkendali Jadwal I menuai kontroversi. Banyak pendukung kratom percaya bahwa tanaman ini memiliki manfaat medis, seperti pereda nyeri dan kecemasan, dan tidak memiliki potensi penyalahgunaan yang tinggi seperti heroin atau kokain.
Status hukum kratom masih menjadi perdebatan di berbagai negara. Diperlukan penelitian ilmiah lebih lanjut untuk menentukan manfaat dan risiko kratom secara definitif. Harmonisasi regulasi kratom di tingkat global juga diperlukan untuk memastikan penggunaannya yang aman dan bertanggung jawab.(*)