Surabaya, cakrawalanews.co – Sebagai rumah sakit unggulan di kota Surabaya RSUD dr. Soewandi ternyata masih menggunakan sistem layanan yang konvensional atau manual. Hal tersebut terungkap saat wali kota Surabaya Eri Cahyadi melakukan sidak layanan dirumah sakit milik pemkot tersebut.
Bahkan ironisnya lagi, saat Eri sidak pada Senin (27/11/2022) ia dipertontonkan dengan lambannya layanan antrian rekam medis karena menggunakan sistem manual.
Tak ayal wali kota yang terkenal santun tersebut naik pitam gara-gara layanan dirumah sakit yang digadang-gadang oleh pemkot sebagai rumah sakit terbaik di kota Surabaya itu dikeluhkan oleh warga.
Atas insiden tersebut Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya AH Thony, mengatakan bahwa amarah wali kota terhadap layanan di RSUD Soewandi tersebut membukakan mata kita bahwa pelabelan kota smart city kepada Surabaya hanya sebuah jargon belaka.
Unsur pimpinan DPRD ini menambahkan jika ini menjadi insiden besar meskipun dari persoalan yang kecil. Kejadian ini secara tidak langsung akan meruntuhkan konstruksi smart city yang disandang oleh kota Surabaya selama ini.
“Artinya kita menganggap bahwa digitalisasi sudah jamak dilakukan, dan menjadi tradisi. Digitalisasi seharusnya sudah menjadi bagian dari sistem administrasi. Namun, dengan adanya kasus layanan manual di RSUD dr. Soewandi saya meragukan di OPD lainnya apakah benar-benar sudah digital sesuai dengan yang dicita-citakan wali kota. Jangan-jangan sistem di dinas lain atau OPD lain sama sepertu itu ” terangnya ketika ditemui diruang kerjanya Selasa (29/11/2022).
Lebih lanjut legislator Fraksi Gerindra itu mengatakan, temuan ini tentunya bertolak belakang dengan upaya yang dilakukan oleh pemkot yakni mendigitalisasi layanan, mulai dari e -peken, perijinan Surabaya Singgle Windows dan lainnya.
“Ini jelas meruntuhkan anggapan kita tentang Surabaya smart city. Coba bayangkan kita beli brambang saja sudah lewat aplikasi online. Nah ini orang sakit yang berurusan dengan nyawa, tidak segera dilakukan penanganan. Karena masih mencari-cari rekam medis di rak. Kemudian ada yang ketlisut. rekam medis pasien tidak ketemu mulai jam 8 pagi sampai jam 1 siang. Seakan-akan Smart City ambyar,” imbuhnya.
AH Thony juga menyayangkan bahwa Surabaya sebagai kota Smart city seharusnya sudah menerapkan digitalisasi terhadap semua layanan dengan menggunakan data base.
“Data primer masyarakat harus ada. Apalagi walikota berulang kali mengatakan, KTP sebagai password berarti harus ada evolusi bahkan revolusi. Pengolahan data di Dinas Kependudukan, terkoneksi dengan OPD lain dan unit-unit masyarakat, diantaranya rumah sakit,” jelasnya.
Kedepan kata Thony, pemerintah kota Surabaya harus segera membangun kembali terhadap sistem Smart City. Semangat ini juga untuk menjaga marwah program kota Surabaya sebagai kota wisata kesehatan.
“Pemerintah kota harus menyakinkan kepada kita semua bahwa Smart City itu nyata adanya. Tidak hanya jargon belaka. Harus diterjemahkan. Smart City jangan hanya menjadi bahasa elit pemerintah kota, tapi harus menjadi bagian dari teknis yang harus dilaksanakan sebagai bentuk terjemahan dari spirit itu,” pungkasnya.