Jakarta, cakrawalanews.co – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan sebanyak 3,8 juta jiwa penduduk terpapar oleh bencana bahaya tsunami. Dan sebanyak 148,4 juta jiwa penduduk Indonesia terpapar oleh bahaya gempa bumi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, bencana tsunami telah menerjang nusantara sejak ratusan tahun lalu. Sejak 1629 hingga tahun 2018 telah terjadi 177 tsunami, baik besar maupun kecil. Tsunami menerjang dari ujung Sumatera, Aceh terus ke pesisir barat Pulau Sumatera terus ke Pulau Jawa bagian selatan, Nusa Tenggara, Sulawesi hingga Papua. “Sebanyak 38,8 jiwa penduduk Indonesia terpapar bahaya tsunami,” kata Sutopo, Rabu (26/12/18).
Dia menambahkan, ketersediaan waktu menyelamatkan diri bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan tsunami untuk menyelamatkan diri dari datangnya tsunami hanya kurang dari 1 jam yakni sekitar 20-40 menit karena tsunami di Indonesia bersifat lokal. Artinya sumber gempa pemicu tsunami berada di sekitar wilayah Indonesia. “Itulah pentingnya mitigasi bencana tsunami,” katanya.
Sutopo juga mengatakan, dalam lnaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) atau buoy tsunami hanya menjadi salah satu bagian dari peringatan dini. Tanpa buoy tsunami, peringatan dini tsunami (EWS) tetap berjalan karena peringatan dini tsunami berdasarkan pemodelan yang dibangkitkan dari jaringan seismik gempa yang terdeteksi. 2-5 menit setelah gempa InaTEWS/BMKG langsung memberikan peringatan dini secara luas kepada masyarakat sesuai alur peringatan dini tsunami. “Sistem ini telah berjalan dengan baik,” katanya.
Dia berpendapat, Bouy tsunami hanya untuk meyakinkan bahwa tsunami terdeteksi di lautan sebelum menerjang pantai. Saat tsunami sudah menerjang pantai, tinggi tsunami terdeteksi dari alat jaringan pasang surat dan GPS di pantai.
“Idealnya dalam lnaTEWS semua komponen itu tersedia, baik dari hulu hingga ke hilir. Namun memerlukan peralatan dan biaya operasional yang cukup besar setiap tahunnya,” ujarnya. (bjt/rur)