Surabaya, cakrawalanews.co – Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Agatha Retnosari menilai perlu ada kajian ulang dan menunda dulu terhadap kebijakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Bahkan pihaknya menilai Pemprov Jatim, cenderung pasif dan menerima begitu saja Permendikbud No.51 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) bagi siswa siswi SMA/SMK Negeri 2019 yang akan menerapkan sistemm zonasi. Hal ini disampaikan oleh Agatha Retnosari ditemui di DPRD Jatim, Jumat (5/4).
Agatha Retnosari, juga mengaku sudah banyak menerima aspirasi dari masyarakat khususnya dari para wali murid yang merasa keberatan dengan penerapan sistem zonasi dalam PPDB 2019. Pasalnya, mereka khawatir tidak bisa melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke sekolah yang memiliki kualitas bagus karena tempat tinggalnya di luar zona.
Ironisnya lagi diskresi yang diberikan Permendikbud, kata politisi asal fraksi PDIP hanya memberlakukan 10 persen siswa di luar zona yang bisa diterima lembaga pendidikan dalam satu zona. Sehingga peluang siswa di luar zona bisa diterima di sekolah yang baik peluangnya sangat kecil.
“Kalau Gubernur Jatim setuju dispensasi di luar zonasi hanya 10 persen atau sesuai Permendikbud, itu sama halnya tidak ada terobosan. Makanya kami mendesak supaya Permendikbud itu pelaksanaannya ditunda dulu tahun depan agar para wali murid bisa menyiapkan strategi terbaik bagi putra putrinya yang mau melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/SMK Negeri,” pinta Agatha Retnosari.
Di sisi lain, pihaknya juga akan mendesak Kemendikbud supaya membuat kajian ulang yang lebih mendalam, khususnya menyangkut standard mutu kualitas baik fisik, sarana, prasarana, SDM Guru dan pegawai SMA/SMK Negeri. Alasannya, di Jatim sendiri jelas dari sisi fisik, sarana dan prasarana SMA/SMK Negeri se Jatim belum semuanya memiliki standard yang sama, khususnya di daerah-daerah.
Belum lagi bicara kualitas pendidikan, kata Agatha hal ini bisa dilihat dari seberapa banyak sekolah-sekolah negeri tersebut menerima undangan dari PTN-PTN terkenal di Indonesia. “Dan perlu diingat goal (tajuan) akhir dari lulusan SMA Negeri adalah seberapa banyak lulusan SMA bisa melanjutkan kuliah atau pendidikan pendidikan yang lebih tinggi,” tegasnya
“Pemberlakuan sistem zonasi seolah meniadakan kompetisi nilai. Sehingga sekolah-sekolah SMA/SMK Negeri yang “favorit” pasti akan mengalami penurunan nilai masuk. Sebab anak didik yang tersaring pun tak lagi berdasar prestasi akademik,” tambah politisi asal DPRD Jatim dapil Surabaya ini.
Pihaknya juga dalam waktu dekat meminta kepada Menteri Pendidikan untuk mempertimbangkan kembali kebijakan zonasi ini karena bisa mempengaruhi mentale dan semangat belajar anak-anak generasi masa depan bangsa.
Sebab impian mereka untuk bisa masuk sekolah favorit kandas bukan karena ketidakmampuan anak didik melainan karena kebijakan yang tiba-tiba berubah di akhir masa sekolah. “Desakan kami cuma satu, tunda dulu pemberlakuan sistem zonasi dalam PPDB 2019,” tegas Agatha.
Sebelunya Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di sela rapat terbatas OPD terkait di bidang pendidikan mengaku juga banyak mendapat keluhan format zonasi dari para wali murid yang menginginkan anak mereka bisa bersekolah di SMA/SMK favorit tetapi tidak masuk meskipun nilai UN-nya tinggi lantaran tempat tinggalnya tidak masuk dalam zona yang dirumuskan.
Karena itu, Khofifah menginginkan sebanyak 90 persen siswa yang diterima di sebuah lembaga pendidikan SMA dan SMK Negeri itu dalam zona. Sedangkan 10 persennya bisa diikuti di luar zona itu. Maksudnya yang di luar zona itu seperti siswa berprestasi, karena kompetisi nilai UN, bisa karena orang tuanya pindah, atau berprestasi di bidang olahraga dan bidang tertentu.
“Ini sekarang sedang finalisasi. Insyaallah dalam waktu dekat ini dikeluarkan Pergubnya supaya bisa jadi referensi kepada calon anak didik baru di SMA dan SMK,” jelas gubernur perempuan pertama di Jatim. (jnr/wan/Pca)