Surabaya, Cakrawalanews.com – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyoroti pelayanan publik terkait pra-penempatan TKI yang dinilai masih perlu dibenahi. Pasalnya, hasil investigasi dan kajian Ombudsman menyebutkan bahwa persoalan tersebut menjadi pemicu utama persoalan TKI di luar negeri mengalami wanprestasi atau jadi korban human trafficking.
“Ada lima provinsi yang sedang kami investigasi untuk mengurai persoalan pra penempatan TKI, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Riau, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur karena kelima provinsi itu memiliki jumlah TKI yang besar,” ujar Nanik Rahayu anggota ORI usai melakukan hearing dengan Komisi E DPRD Jatim bersama Disnakertrans Jatim di kantor DPRD Jatim, Kamis (3/8/2017).
Menurut Nanik, persoalan TKI asal Jatim memang tidak terlalu banyak karena Jatim sudah memiliki Perda No. tahun 2016 tentang Perlindungan dan Penempatan TKI dan Pergub No.17 tahun 2017 sehingga kepergian TKI dilakukan dengan cara yang legal, aman, lancar, cepat dan tanpa diskriminasi.
“Tapi fakta di lapangan, masih ada beberapa daerah yang belum melaksanakan aturan Perda itu dengan baik. Bahkan masih dijumpai adanya standar ganda pelayanan bagi calon TKI. Kalau personal dilayani LPTSP tapi kalau lewat BP3IS dilayani LP3TK. Padahal harusnya pelayanan itu dilakukan satu atap tidak ada diskriminasi,” tegas Ninik Rahayu.
Ia juga berharap Provinsi Jatim bisa meniru NTB dalam hal sosialisasi tata cara orang bermigrasi yang benar sebab itu bagian dari hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.
“Di Jatim sosialisasinya masih kurang karena minimnya anggaran. Sebaiknya mencontoh NTB yang bekerjasama dengan perguruan tinggi dilakukan melalui KKN mahasiswa,” ungkap Ninik.
Ninik juga menyoroti pendidikan calon TKI untuk mendapatkan sertifikat kerja yang dinilai kurang layak bahkan terkesan main-main. Apalagi proses pembelajaran hingga verifikasi akhir (PAP) dilakukan tidak efisien karena satu kelas terdiri dari 80 orang.
“Saya berharap proses sertifikasi calon TKI bekerja sama dengan lembaga diklat khusus atau milik provinsi supaya hasilnya lebih baik,” jelasnya. (idi)