Surabaya, Cakrawalanews.co – Dari sekian banyak nama yang beredar dalam bursa bakal calon gubernur (bacagub)/bacawagub Jawa Timur, cukup banyak dijumpai nama-nama bupati/wali kota yang beredar di pusaran kontestasi Pilgub Jatim 2018.
Menurut Direktur Surabaya Survey Center (SSC) Mochtar W Oetomo, maraknya nama-nama kepala daerah dalam pusaran Pilgub Jatim ini sebagai sesuatu yang wajar. Berikut analisis terkait fenomena tersebut.
Pertama, secara personal tiap kepala daerah pasti ingin menaikkan kelas dalam karir politiknya. Kedua, bagi bupati atau wali kota yang memiliki kinerja dan track record yang membanggakan sudah sepantasnya memikirkan rakyat dan wilayah dalam cakupan yang lebih besar. Dengan menjadi Gubernur atau Wakil Gubernur yang bersangkutan akan bisa memberi manfaat lebih.
Ketiga, dengan menjadi kepala daerah mereka tentu memiliki modal popularitas yang mencukupi untuk berkompetisi di Pilgub. Keempat, adanya kepentingan politik dari partai tempat bernaung kepala daerah yang bersangkutan, untuk pertarungan-pertarungan lebih lanjut seperti pemilu legislatif dan pilpres.
Diterangkan, dengan banyaknya nama kepala daerah dalam kontestasi Pilgub ini berarti banyak bupati dan wali kota yang dianggap bagus kinerja dan track recordnya oleh publik.
“Ini bagus, artinya regenerasi kepemimpinan di Jatim bisa dibilang berhasil terbukti dengan begitu banyaknya kandidat kepala daerah yang bisa dipromosikan untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur. Disamping itu publik Jatim semakin cerdas dalam menentukan pilihannya dengan beredarnya nama-nama yang memiliki prestasi tersebut,” ungkap Mochtar yang juga pengajar di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini.
Lebih lanjut Mochtar juga berpandangan hendaknya para kepala daerah ini terus meningkatkan upaya sosialisasinya pada publik. Ini agar publik semakin mengenal karakter dan prestasinya, bukan semata-mata mengenal karena popularitasnya. Sehingga nantinya saat memilih tidak seperti membeli kucing dalam karung.
“Kalo soal popularitas, namanya kepala daerah hampir pasti mereka memiliki popularitas yang memadai. Namun soal akseptabilitas dan elektabilitas itu memerlukan banyak prasyarat dan strategi demi mendapatkan hati pemilih,” lanjut Mochtar.
Berdasar hasil survei SSC periode Juni 2017 diantara sekian banyak nama-nama kepala daerah dan mantan kepala daerah di atas rata-rata sudah memiliki tingkap popularitas yang lumayan.
Tri Rismaharini adalah kepala daerah yang paling populer dengan tingkat popularitas mencapai 79,8%. Disusul Abdullah Azwar Anas 65,5%, Hasan Aminuddin 22,5%, Edy Rumpoko 18%, Emil Dardak 16.6%, dan Rendra Kresna 14.6%. Berikutnya Mantan Bupati Lamongan Masfuk dengan popularitas mencapai 13,1%, Suyoto 13%, dan Budi Sulistiyo 10.9 %.
“Nama-nama lain popularitasnya masih di angka kisaran 10%. Kebanyakan kepala daerah ini hanya populer di wilayahnya, jadi masih memiliki PR besar untuk meningkatkan dan memperluas ke wilayah lain. Apalagi dari sisi akseptabilitas dan elektabilitas capaian mereka belum cukup memadai untuk bersaing di Pilgub Jatim. Masih cukup waktu bagi para kepala daerah ini untuk meningkatkan capaiannya sehingga makin dikenal dan makin disukai oleh publik, sebagai modal untuk dipilih oleh publik Jatim,” papar Mochtar.
Seperti diketahui, nama-nama seperti Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya) dan Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi) sejak lama berseliweran di media sebagai sosok-sosok yang dianggap oleh berbagai kalangan sebagai layak untuk bertarung di Pilgub Jatim, baik sebagai Cagub maupun Cawagub.
Selain kedua nama di atas, nama-nama seperti Hasan Aminuddin (mantan Bupati Probolinggo), Rendra Kresna (Bupati Malang), Edy Rumpoko (Walikota Batu), Saiful Illah (Bupati Sidoarjo), Mustofa Kamal Pasa (Bupati Mojokerto), Sambari Halim Radianto (Bupati Gresik), Masfuk (mantan Bupati Lamongan) mulai meramaikan bursa.
Ada lagi nama-nama seperti Suyoto (Bupati Bojonegoro), Nyono Suharli Wihandoko (Bupati Jombang), Ipong Muchlissoni (Bupati Ponorogo), Emil Elestianto Dardak (Bupati Trenggalek) dan Budi ‘Kanang’ Sulistiyo (Bupati Ngawi).(idi)